Suaka Margasatwa Rawa Singkil: Permenungan Keanekaragaman Hayati dan Ancaman Deforestasi

shercat.com, 19 MEI 2025

Penulis: Riyan Wicaksono

Editor: Muhammad Kadafi

Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, yang terletak di Provinsi Aceh, Indonesia, adalah satu-satunya suaka margasatwa di wilayah tersebut dan merupakan bagian integral dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kawasan ini dikenal sebagai salah satu hutan rawa gambut terbesar yang tersisa di Sumatera, menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa dan memiliki peran ekologis yang vital. Namun, SM Rawa Singkil menghadapi ancaman serius akibat deforestasi, perambahan, dan konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang karakteristik, keanekaragaman hayati, fungsi ekologis, tantangan, dan upaya konservasi di SM Rawa Singkil.

Lokasi dan Luas Kawasan

SM Rawa Singkil terletak di tiga wilayah administratif, yaitu Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam. Secara geografis, kawasan ini berbatasan dengan:

  • Utara: Kecamatan Trumon.

  • Selatan: Sungai Singkil dan Kecamatan Kuala Baru.

  • Barat: Kecamatan Trumon, Kecamatan Kuala Baru, dan Samudera Hindia.

  • Timur: Sungai Singkil, Longkib, Kecamatan Kota Baharu, dan PT ASN.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 166/Kpts-II/1998, SM Rawa Singkil awalnya memiliki luas 102.500 hektare. Namun, luas ini berkurang menjadi 81.338 hektare sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 103/MenLHK-II/2015. Berdasarkan keputusan terbaru, yaitu SK Nomor 6616/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021, luas kawasan ditetapkan menjadi 82.188 hektare.

Karakteristik Ekologis

SM Rawa Singkil didominasi oleh ekosistem hutan rawa gambut, yang berfungsi seperti spons alami. Lahan gambut ini mampu menyerap air dalam jumlah besar saat musim hujan dan melepaskannya secara perlahan saat musim kemarau, sehingga mencegah banjir dan kekeringan. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, menjelaskan bahwa lahan gambut ini memiliki sifat seperti spons yang menyerap air dari hulu hutan dan mengalirkannya ke anak sungai terdekat.

Kawasan ini juga menyimpan karbon dalam jumlah besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Menurut laporan dalam Buku Profil dan Progres Pengelolaan 12 KPHK Non Taman Nasional (2015), kandungan karbon di SM Rawa Singkil mencapai 175,18 juta ton, setara dengan 642,91 juta ton CO2 yang diserap dari atmosfer, dengan nilai ekonomi sekitar Rp6,43 triliun. Pelepasan karbon akibat kerusakan lahan gambut dapat memperburuk krisis iklim global, menjadikan pelestarian kawasan ini sebagai prioritas lingkungan.

Selain hutan rawa gambut, SM Rawa Singkil juga mencakup ekosistem hutan rawa air tawar, hutan mangrove, dan riparian. Keberagaman ekosistem ini menjadikan kawasan ini unik dan sering disebut sebagai “The Little Amazon” karena kemiripannya dengan Sungai Amazon di Amerika Selatan.

Keanekaragaman Hayati  Kondisi Suaka Margasatwa Rawa Singkil Mengkhawatirkan, Pemerintah Dinilai  Lamban

SM Rawa Singkil adalah rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna, termasuk banyak spesies yang terancam punah. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Flora  Suaka Margasatwa Rawa Singkil Terancam Hancur | Sarah Beekmans

Kawasan ini memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi, termasuk:

  • Tumbuhan berkayu: Tercatat 122 jenis, termasuk kayu kapur (Dryobalanops aromatica) yang langka.

  • Tumbuhan bawah: 134 jenis, termasuk berbagai spesies anggrek seperti anggrek pensil.

  • Tumbuhan air: 40 jenis, yang mendukung ekosistem rawa.

  • Tumbuhan paku (Pteridophyta): Beragam spesies ditemukan di Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam, yang menjadi referensi studi botani.

Fauna Wisata Edukasi Rawa Singkil, Upaya Pelestarian Biodiversity

SM Rawa Singkil merupakan habitat bagi satwa liar yang dilindungi, termasuk:

  • Mamalia:

    • Orangutan Sumatera (Pongo abelii): Dengan kepadatan populasi rata-rata 3,4 individu per kilometer persegi, SM Rawa Singkil memiliki konsentrasi orangutan tertinggi di dunia, dengan perkiraan 1.270–1.500 individu atau 10% dari total populasi.

    • Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae): Satwa kunci yang terancam punah.

    • Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Menghuni kawasan ini bersama spesies lain seperti beruang madu dan monyet ekor panjang.

  • Burung:

    • Terdapat 157 jenis burung, termasuk elang bondol (Haliastur indus), ayam hutan merah (Gallus gallus), rangkong gading (Rhinoplax vigil), dan kutilang emas (Pycnonotus zeylanicus).

  • Herpetofauna: 15 jenis, termasuk buaya muara (Crocodylus porosus), yang dikenal cukup agresif.

  • Biota air: 17 jenis, mendukung aktivitas perikanan masyarakat lokal.

Keberadaan spesies-spesies ini menegaskan pentingnya SM Rawa Singkil sebagai kawasan konservasi untuk menjaga kelangsungan hidup satwa liar dan keanekaragaman hayati.

Fungsi dan Manfaat Ekologis

SM Rawa Singkil memiliki peran ekologis dan sosial yang signifikan, antara lain:

  1. Pengaturan Tata Air: Lahan gambut mengatur aliran air, mencegah banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

  2. Penyimpanan Karbon: Hutan gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar, membantu mitigasi perubahan iklim.

  3. Habitat Satwa Liar: Kawasan ini mendukung kelangsungan hidup spesies terancam punah seperti orangutan, harimau, dan gajah.

  4. Jasa Lingkungan: Mendukung mata pencaharian masyarakat lokal melalui perikanan, perburuan, dan pengumpulan madu.

  5. Ekowisata: Keindahan alam dan keunikan ekosistem menarik wisatawan dan peneliti, seperti kegiatan pengamatan orangutan di habitat aslinya.

Ancaman terhadap SM Rawa Singkil

Meskipun memiliki nilai ekologis yang tinggi, SM Rawa Singkil menghadapi ancaman serius, terutama akibat aktivitas manusia. Berikut adalah tantangan utama:

1. Deforestasi dan Perambahan

Deforestasi di SM Rawa Singkil terus meningkat. Berdasarkan data Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), dari 2019 hingga April 2025, kawasan ini kehilangan 2.329 hektare tutupan hutan, setara dengan lebih dari delapan kali luas kompleks Gelora Bung Karno (GBK). Khususnya, dari 2016 hingga 2024, sebanyak 2.577 hektare hutan hilang, sebagian besar akibat konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Pada 2023, deforestasi mencapai 372 hektare hanya dalam enam bulan pertama, meningkat 57% dibandingkan periode sebelumnya. Perambahan ini sering melibatkan pembukaan kanal untuk mengeringkan lahan gambut, yang mempercepat kerusakan ekosistem.

2. Konversi Lahan untuk Perkebunan Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit ilegal menjadi ancaman utama. Citra satelit resolusi tinggi dari Rainforest Action Network (RAN) dan The TreeMap menunjukkan bahwa 652 hektare perkebunan sawit aktif berada di dalam SM Rawa Singkil, dengan 453 hektare sudah berproduksi. Aktivitas ini sering didukung oleh pemodal besar yang menggunakan masyarakat lokal sebagai kedok, sehingga menyulitkan penegakan hukum.

3. Pembalakan Liar

Pembalakan liar terus terjadi, merusak vegetasi alami dan mengancam habitat satwa. Meskipun ada upaya penegakan hukum, aktivitas ini sulit dihentikan karena keterlibatan berbagai pihak, termasuk oknum pejabat dan aparat.

4. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak, juga mengancam SM Rawa Singkil. Pada Juni 2017, sekitar 20 hektare hutan gambut terbakar, diduga akibat ulah mafia lahan yang ingin merambah kawasan untuk perkebunan.

5. Permasalahan Tapal Batas

Ketidakjelasan tapal batas kawasan, terutama di Aceh Selatan (73 km) dan Subulussalam (30 km), memicu konflik dengan masyarakat lokal. Beberapa masyarakat menuntut batas kawasan ditarik 5 km dari jalan aspal, yang jika dikabulkan akan menghabiskan sebagian besar kawasan.

6. Penegakan Hukum yang Lemah

Penegakan hukum sering kali tebang pilih, hanya menyasar pelaku kecil seperti masyarakat lokal, sementara pelaku besar atau oknum berpengaruh jarang tersentuh. Pada 2016, misalnya, alat berat yang disita karena perambahan tiba-tiba menghilang tanpa jejak, menunjukkan adanya dugaan bekingan.

Dampak Kerusakan SM Rawa Singkil

Kerusakan SM Rawa Singkil memiliki dampak yang luas, baik lokal maupun global:

  1. Banjir dan Kekeringan: Gangguan siklus hidrologi akibat deforestasi meningkatkan risiko banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, mengancam permukiman sekitar.

  2. Konflik Satwa-Manusia: Penyusutan habitat mendorong satwa seperti orangutan masuk ke permukiman, memicu konflik.

  3. Pemanasan Global: Pelepasan karbon dari lahan gambut yang rusak memperburuk pemanasan global, karena emisi karbon dari gambut jauh lebih besar dibandingkan hutan mineral.

  4. Kehilangan Mata Pencaharian: Masyarakat lokal yang bergantung pada perikanan, madu, dan sumber daya lain dari hutan kehilangan sumber pendapatan akibat kerusakan ekosistem.

  5. Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati: Spesies terancam punah seperti orangutan, harimau, dan gajah kehilangan habitat, meningkatkan risiko kepunahan.

Upaya Konservasi

Berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, telah berupaya melindungi SM Rawa Singkil. Berikut adalah beberapa inisiatif utama:

1. Penegakan Hukum

BKSDA Aceh telah melakukan beberapa kali penegakan hukum. Antara 2015 dan 2022, setidaknya lima operasi dilakukan, dengan kasus terakhir pada Oktober 2022 menjerat empat pelaku perambahan di Desa Cot Bayu, Trumon, dengan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp250 juta. Namun, keterbatasan personel (hanya 14 orang untuk mengawasi 82.188 hektare) menjadi kendala utama.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga membentuk satuan tugas khusus untuk menangani perkebunan sawit ilegal dan sedang melakukan verifikasi untuk membedakan klaster sawit korporasi dan masyarakat.

2. Pemantauan dan Teknologi

Yayasan HAkA dan organisasi lain seperti RAN dan The TreeMap menggunakan citra satelit resolusi tinggi untuk memantau deforestasi. Citra dari satelit Pléiades Neo (resolusi 30 cm) memungkinkan deteksi pohon sawit muda, memberikan bukti akurat tentang perambahan. Data ini juga diintegrasikan ke dalam platform interaktif seperti Atlas Nusantara untuk meningkatkan transparansi.

3. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat

BKSDA Aceh melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya SM Rawa Singkil, termasuk manfaat jangka panjang seperti penyerapan karbon dan ekowisata. Yayasan Leuser Internasional (YLI) juga melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan berkelanjutan untuk mengurangi konflik dan meningkatkan ekonomi lokal.

4. Perlindungan Hukum

SM Rawa Singkil dilindungi oleh berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Namun, implementasi di lapangan masih lemah, dan diperlukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku besar.

5. Pemulihan Ekosistem

Upaya pemulihan kawasan dinilai mendesak. Pemerintah dan LSM sedang bekerja untuk merehabilitasi lahan yang rusak, meskipun tantangan seperti pendanaan dan resistensi masyarakat masih ada.

Optimisme dan Tantangan ke Depan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyatakan bahwa lebih dari 95% SM Rawa Singkil masih utuh, didukung oleh analisis satelit dan verifikasi lapangan. Dengan sekitar 78.000 hektare hutan primer yang tersisa, masih ada harapan untuk menjaga kawasan ini. Namun, laju deforestasi yang meningkat tajam, terutama sejak 2022, menunjukkan bahwa tindakan segera diperlukan.

Tantangan utama ke depan meliputi:

  • Menyelesaikan masalah tapal batas untuk mengurangi konflik dengan masyarakat.

  • Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku besar dan oknum berpengaruh.

  • Mengatasi keterbatasan personel dan sumber daya untuk pengawasan.

  • Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui program ekonomi berkelanjutan.

Kesimpulan

Suaka Margasatwa Rawa Singkil adalah anugerah alam yang luar biasa, dengan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis yang tak ternilai. Sebagai rumah bagi orangutan Sumatera, harimau, gajah, dan ratusan spesies lain, kawasan ini merupakan warisan dunia yang harus dilindungi. Namun, ancaman deforestasi, perambahan, dan konversi lahan mengancam kelangsungan ekosistem ini, dengan dampak yang luas bagi masyarakat lokal dan iklim global.

Upaya konservasi yang melibatkan penegakan hukum, teknologi, edukasi, dan partisipasi masyarakat menawarkan harapan, tetapi membutuhkan komitmen yang lebih kuat dari semua pemangku kepentingan. Dengan tindakan kolektif dan kebijakan yang tepat, SM Rawa Singkil dapat tetap menjadi “The Little Amazon” yang mendukung kehidupan manusia dan satwa liar untuk generasi mendatang.

BACA JUGA: Detail Planet Mars: Karakteristik, Struktur, dan Misteri Terkecil di Tata Surya

BACA JUGA: Cerita Rakyat Tiongkok: Warisan Budaya, Makna, dan Pengaruhnya

BACA JUGA: Perbedaan Perkembangan Media Sosial Tahun 2020-2025: Analisis Lengkap Secara Mendalam