shercat.com, 09 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Suaka Margasatwa Gunung Raya adalah salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia, terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Kawasan ini ditetapkan sebagai suaka margasatwa untuk melindungi keanekaragaman hayati, khususnya satwa liar dan flora endemik, serta menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah Sumatera bagian selatan. Dengan luas sekitar 44.996,11 hektar, Suaka Margasatwa Gunung Raya menjadi habitat bagi berbagai spesies yang terancam punah, seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan trenggiling. Artikel ini menyajikan informasi yang detail, panjang, akurat, dan terpercaya tentang Suaka Margasatwa Gunung Raya, mencakup sejarah, dasar hukum, flora dan fauna, potensi wisata, tantangan konservasi, dan peran dalam pembangunan berkelanjutan, berdasarkan sumber-sumber kredibel dan penelitian terkini.
1. Sejarah dan Dasar Hukum
Suaka Margasatwa Gunung Raya memiliki sejarah panjang sebagai kawasan konservasi. Kawasan ini pertama kali ditunjuk sebagai suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 55/Kpts/Um/1/1978 pada tanggal 17 Januari 1978. Penetapan ini didasarkan pada potensi kawasan sebagai habitat penting bagi berbagai spesies satwa liar, termasuk gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), siamang (Symphalangus syndactylus), tapir (Tapirus indicus), dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Pada tahun 2014, status kawasan ini diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.3090/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 23 April 2014, yang menetapkan luas kawasan sebesar 44.996,11 hektar. Selanjutnya, Suaka Margasatwa Gunung Raya ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.129/MenLHK/SETJEN/PLA.0/3/2018 pada 5 Maret 2018. Penetapan ini bertujuan untuk memperjelas pengelolaan kawasan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel), yang bertugas menjaga kelestarian flora, fauna, dan ekosistemnya.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa, di mana kelangsungan hidupnya memerlukan pembinaan terhadap populasi dan habitatnya. Suaka Margasatwa Gunung Raya memenuhi kriteria ini karena menjadi rumah bagi spesies-spesies langka dan terancam punah, serta memiliki ekosistem hutan tropis yang mendukung kehidupan satwa liar.
2. Letak Geografis dan Karakteristik Ekosistem
Secara administratif, Suaka Margasatwa Gunung Raya terletak di Kecamatan Warkuk, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan. Kawasan ini mencakup wilayah seperti Pasir Bintang, Mesagi, Bukit Lebong, dan Manduriang, yang merupakan bagian dari lanskap hutan pegunungan rendah dan dataran tinggi. Secara geografis, kawasan ini berada pada koordinat sekitar 4°30’–5°00’ LS dan 103°30’–104°00’ BT, dengan ketinggian bervariasi antara 100–1.000 meter di atas permukaan laut. Topografi kawasan didominasi oleh perbukitan, lembah, dan aliran sungai kecil, yang mendukung keberadaan berbagai tipe vegetasi.
Ekosistem utama Suaka Margasatwa Gunung Raya adalah hutan hujan tropis dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, yang ditandai dengan kelembapan tinggi dan curah hujan tahunan rata-rata 2.500–3.000 mm. Kawasan ini juga memiliki beberapa air terjun, seperti yang teridentifikasi di Pasir Bintang, yang berpotensi menjadi daya tarik wisata alam. Keberadaan sungai dan rawa-rawa kecil di kawasan ini turut mendukung keanekaragaman hayati, khususnya untuk spesies yang bergantung pada sumber air seperti tapir dan burung-burung air.
3. Keanekaragaman Flora
Vegetasi di Suaka Margasatwa Gunung Raya mencerminkan kekayaan hutan tropis Sumatera. Penelitian oleh Suci et al. (2017) menggunakan metode transek menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki profil vegetasi yang beragam, mencakup empat tingkat pertumbuhan: tumbuhan penutup tanah dan bibit, saplings, pohon tiang, dan pohon dewasa. Beberapa jenis flora yang dominan meliputi:
-
Meranti (Shorea spp.): Pohon kayu keras yang bernilai ekonomi tinggi dan penting untuk struktur hutan.
-
Keruing (Dipterocarpus spp.): Pohon besar yang mendominasi kanopi hutan.
-
Jelutung (Dyera costulata): Spesies yang menghasilkan getah dan berperan dalam ekosistem rawa.
-
Rotan (Calamus spp.): Tumbuhan merambat yang mendukung kehidupan satwa arboreal.
-
Pandan (Pandanus spp.) dan kantong semar (Nepenthes spp.): Tumbuhan khas yang menunjukkan adaptasi unik terhadap lingkungan.
Studi ini juga mengidentifikasi pola suksesi vegetasi, dengan tingkat keanekaragaman spesies yang tinggi pada plot-plot pengamatan. Rehabilitasi lahan yang dilakukan oleh BKSDA Sumsel sejak tahun 2000-an telah membantu memulihkan vegetasi di beberapa area yang sebelumnya terganggu oleh aktivitas manusia.
4. Keanekaragaman Fauna
Suaka Margasatwa Gunung Raya adalah rumah bagi berbagai spesies satwa liar, termasuk mamalia, burung, reptil, dan amfibi. Inventarisasi mamalia oleh Hidayat et al. (2018) mencatat 23 spesies mamalia, di mana 9 spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20 Tahun 2018. Beberapa satwa penting yang tercatat meliputi:
-
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Spesies yang terancam punah (Critically Endangered menurut IUCN) akibat hilangnya habitat dan konflik dengan manusia.
-
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae): Predator puncak yang juga berstatus Critically Endangered.
-
Trenggiling (Manis javanica): Satwa yang sangat terancam karena perburuan untuk sisiknya, dikategorikan sebagai Critically Endangered oleh IUCN.
-
Siamang (Symphalangus syndactylus): Primata arboreal dengan suara khas yang dilindungi.
-
Tapir (Tapirus indicus): Mamalia besar yang bergantung pada lingkungan basah.
-
Beruang madu (Helarctos malayanus): Spesies omnivor yang rentan terhadap perusakan habitat.
-
Lutung perak (Trachypithecus cristatus) dan lutung simpai (Presbytis melalophos): Primata yang menghuni kanopi hutan.
-
Kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri): Spesies endemik yang sangat langka.
-
Bajing tanah (Lariscus insignis) dan bajing raksasa (Ratufa affinis): Spesies yang menunjukkan keanekaragaman mamalia kecil.
Selain mamalia, kawasan ini juga mendukung populasi burung seperti burung enggang (Bucerotidae sp.), burung kuau (Argusianus argus), dan berbagai spesies burung air. Reptil seperti biawak (Varanus spp.) dan amfibi juga tercatat, meskipun datanya lebih terbatas. Sebanyak 11 spesies satwa di kawasan ini masuk dalam kategori terancam punah secara global (Vulnerable, Endangered, atau Critically Endangered) berdasarkan Daftar Merah IUCN.
5. Potensi Wisata Alam
Suaka Margasatwa Gunung Raya memiliki potensi besar untuk pengembangan wisata alam terbatas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa. Beberapa daya tarik wisata yang telah diidentifikasi meliputi:
-
Air Terjun: Beberapa air terjun di kawasan, seperti di Pasir Bintang, menawarkan keindahan alam yang cocok untuk wisata minat khusus, seperti trekking dan fotografi alam.
-
Pengamatan Satwa: Kegiatan seperti pengamatan burung (birdwatching) dan satwa liar (misalnya, siamang atau tapir) dapat dikembangkan dengan panduan pramuwisata terlatih.
-
Trekking dan Susur Sungai: Medan hutan dan aliran sungai kecil memberikan pengalaman petualangan yang menarik bagi wisatawan.
Namun, pengembangan wisata dibatasi oleh status kawasan sebagai suaka margasatwa, yang mengutamakan konservasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019, hanya kegiatan wisata terbatas yang diizinkan, seperti penyediaan informasi pariwisata, pramuwisata, transportasi, perjalanan wisata, dan persewaan peralatan wisata alam. Kegiatan ini harus mematuhi prinsip pelestarian dan tidak boleh mengganggu habitat satwa liar.
6. Tantangan Konservasi
Meskipun memiliki potensi besar, Suaka Margasatwa Gunung Raya menghadapi sejumlah tantangan dalam upaya konservasi:
6.1. Perambahan dan Pembalakan Liar
Aktivitas perambahan hutan dan pembalakan liar menjadi ancaman utama. Contoh kasus serupa di Suaka Margasatwa Rawa Singkil menunjukkan bahwa deforestasi untuk kebun sawit dapat merusak ekosistem secara signifikan. Di Gunung Raya, perambahan sering terjadi di wilayah pinggiran kawasan, terutama oleh masyarakat yang mencari lahan pertanian.
6.2. Konflik Manusia-Satwa
Konflik antara manusia dan satwa, khususnya gajah Sumatera dan harimau Sumatera, sering terjadi di sekitar kawasan. Gajah sering memasuki lahan pertanian warga, menyebabkan kerusakan tanaman, sementara harimau kadang menyerang ternak. BKSDA Sumsel telah melakukan upaya mitigasi, seperti pemasangan pagar listrik dan edukasi masyarakat, tetapi tantangan ini tetap kompleks.
6.3. Perburuan Liar
Spesies seperti trenggiling dan harimau Sumatera menjadi target perburuan liar untuk perdagangan ilegal. Trenggiling, misalnya, sangat dicari karena sisiknya digunakan dalam pengobatan tradisional, meskipun praktik ini tidak memiliki dasar ilmiah.
6.4. Keterbatasan Sumber Daya
Pengelolaan kawasan oleh BKSDA Sumsel sering terkendala oleh keterbatasan anggaran, tenaga patroli, dan teknologi pemantauan. Meskipun telah digunakan camera trap dan metode observasi langsung dalam inventarisasi, cakupan pemantauan masih terbatas dibandingkan luas kawasan.
6.5. Perubahan Iklim
Perubahan iklim dapat memengaruhi pola curah hujan dan suhu di kawasan, yang berdampak pada ketersediaan pakan satwa dan kesehatan ekosistem. Hutan tropis seperti Gunung Raya rentan terhadap kekeringan atau banjir ekstrem, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
7. Upaya Konservasi dan Pengelolaan
BKSDA Sumsel, sebagai pengelola Suaka Margasatwa Gunung Raya, telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian kawasan:
-
Rehabilitasi Lahan: Sejak tahun 2000-an, rehabilitasi vegetasi dilakukan untuk memulihkan area yang terdegradasi akibat perambahan atau kebakaran hutan. Penanaman kembali spesies asli seperti meranti dan keruing menjadi prioritas.
-
Pemantauan Satwa: Inventarisasi rutin menggunakan metode seperti camera trap, mist net, dan transek membantu memantau populasi satwa. Penelitian oleh Hidayat et al. (2018) adalah contoh upaya ilmiah untuk mendokumentasikan mamalia di kawasan.
-
Edukasi Masyarakat: Program edukasi dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar tentang pentingnya konservasi. Kegiatan ini mencakup pelatihan petani untuk mengelola konflik dengan satwa liar.
-
Patroli dan Penegakan Hukum: Patroli rutin dilakukan untuk mencegah perburuan dan perambahan. BKSDA bekerja sama dengan kepolisian dan TNI untuk menegakkan hukum terhadap pelaku kegiatan ilegal.
-
Kerja Sama Internasional: Suaka Margasatwa Gunung Raya mendapat perhatian dari organisasi seperti IUCN, yang memasukkan beberapa spesies di kawasan ini dalam Daftar Merah. Kerja sama dengan organisasi seperti GIZ-BioClime juga mendukung penelitian dan pengelolaan.
8. Peran dalam Pembangunan Berkelanjutan
Suaka Margasatwa Gunung Raya berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya:
-
SDG 15 (Kehidupan di Darat): Melindungi ekosistem darat dan mencegah kehilangan keanekaragaman hayati.
-
SDG 13 (Aksi Iklim): Menjaga hutan sebagai penyerap karbon untuk mitigasi perubahan iklim.
-
SDG 4 (Pendidikan Berkualitas): Mendukung penelitian dan pendidikan lingkungan melalui kegiatan ilmiah di kawasan.
-
SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi): Potensi wisata alam terbatas dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
Kawasan ini juga menjadi bagian dari strategi nasional Indonesia untuk menjaga keanekaragaman hayati, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
9. Prospek Masa Depan
Untuk memastikan keberlanjutan Suaka Margasatwa Gunung Raya, beberapa langkah strategis perlu ditempuh:
-
Peningkatan Teknologi Pemantauan: Penggunaan drone dan sistem GIS dapat memperluas cakupan pemantauan kawasan.
-
Pengembangan Wisata Berkelanjutan: Wisata alam terbatas harus dikembangkan dengan melibatkan masyarakat lokal untuk meningkatkan ekonomi tanpa mengorbankan konservasi.
-
Peningkatan Kapasitas Pengelola: Pelatihan bagi petugas BKSDA dan kolaborasi dengan universitas dapat meningkatkan kualitas pengelolaan.
-
Mitigasi Konflik: Program seperti koridor satwa liar dan kompensasi untuk kerugian akibat konflik dapat mengurangi ketegangan antara manusia dan satwa.
-
Pendanaan Inovatif: Skema seperti pembayaran jasa lingkungan (PES) atau kredit karbon dapat mendukung pendanaan konservasi.
10. Kesimpulan
Suaka Margasatwa Gunung Raya adalah aset nasional yang penting dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan luas 44.996,11 hektar, kawasan ini melindungi spesies langka seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan trenggiling, serta menyediakan habitat bagi flora tropis yang kaya. Meskipun menghadapi tantangan seperti perambahan, konflik manusia-satwa, dan perburuan liar, upaya konservasi oleh BKSDA Sumsel, didukung oleh penelitian ilmiah dan kerja sama internasional, telah menunjukkan kemajuan. Potensi wisata alam terbatas, seperti air terjun dan pengamatan satwa, menawarkan peluang untuk pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dengan pengelolaan yang tepat, Suaka Margasatwa Gunung Raya dapat terus menjadi benteng pelestarian keanekaragaman hayati dan warisan alam untuk generasi mendatang.
BACA JUGA: Masalah Sosial di Indonesia pada Tahun 1900-an: Dampak Kolonialisme dan Kebangkitan Kesadaran Sosial
BACA JUGA: Perkembangan Teknologi Militer Portugal: Dari Era Penjelajahan hingga Abad Modern