COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 sedang jadi sorotan dunia. Di Belém, Brasil, November 2025, Indonesia hadir dengan ambisi besar tapi juga diliputi kontroversi. Dari target 76% pembangkit energi terbarukan hingga kritik soal lobi fosil, ini bukan sekadar konferensi iklim biasa. Ini tentang masa depan energi kita—dan kamu perlu tahu faktanya.
Bayangkan: Indonesia punya potensi energi terbarukan lebih dari 3.600 GW, tapi kenapa realisasinya masih jauh? Apa yang sebenarnya terjadi di COP30? Mari kita bedah 6 fakta penting yang harus Gen Z Indonesia ketahui tentang COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025.
Daftar Isi
- Target Ambisius Energi Terbarukan 2025-2034
- Kontroversi “Fossil of the Day” di COP30
- Dana JETP $20 Miliar: Realitas vs Ekspektasi
- Green Carbon Ecosystem Roadmap
- Investasi Rp3.000 Triliun untuk Transisi Energi
- Tantangan dan Kritik Masyarakat Sipil
1. Target Ambisius: 79% Pembangkit EBT pada 2034

COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 membawa kabar besar: pemerintah menargetkan 79% pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (EBT) pada 2034. Angka ini tercantum dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034 yang dipresentasikan di COP30.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Wanhar, menjelaskan bahwa pembangunan pembangkit hingga 2034 diproyeksikan mencapai 120 gigawatt (GW), dengan 79% berasal dari pembangkit EBT. Ini langkah strategis menuju net zero emission 2060.
Namun, data IESR (Institute for Essential Services Reform) menunjukkan Indonesia belum pernah berhasil mencapai target energi terbarukan selama 9 tahun terakhir. Target awal 23% pada 2025 bahkan direvisi turun menjadi 17-19% dalam Kebijakan Energi Nasional terbaru.
Fakta lapangan:
- Sistem energi Indonesia masih didominasi fosil 80%, dengan batubara 40%
- Target bauran energi terbarukan 19-23% pada 2030 (PP No.40/2025)
- Potensi energi terbarukan Indonesia: 3.600+ GW
- Realisasi saat ini: masih jauh dari target
Pelajari lebih lanjut tentang energi berkelanjutan di perryquinn.com.
2. Indonesia Raih “Fossil of the Day” Award di COP30

Plot twist yang mengejutkan: COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 malah mendapat penghargaan “Fossil of the Day” pada 15 November 2025. Climate Action Network International memberikan award ini karena delegasi Indonesia diduga mengikuti talking points lobi industri fosil.
Climate Action Network mencatat 46 representatif perusahaan fosil dan industri berat terakreditasi dalam delegasi Indonesia—jumlah terbesar untuk negara berkembang. Total ada 1.600 lobbyist fosil di COP30 (1 dari 25 peserta), proporsi tertinggi sepanjang sejarah COP.
Kritik utama: Indonesia mempromosikan carbon credit di paviliunnya sebagai marketplace, padahal banyak kredit karbon dinilai bermasalah. Studi meta-analisis 2024 terhadap 2.300 proyek menunjukkan hanya 16% yang benar-benar memberikan pengurangan emisi yang diklaim.
Masalah sistemik:
- 310 konsesi tambang batubara di Kalimantan Timur (1,51 juta hektare)
- 667.565 hektare di kawasan hutan, termasuk hutan konservasi
- Target NDC Indonesia dinilai “critically insufficient”
3. Dana JETP $20 Miliar: Sudah Cair Berapa?

Just Energy Transition Partnership (JETP) menjadi harapan besar untuk COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025. Komitmen awal: $20 miliar ($10 miliar dari International Partners Group + $10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero).
Update terbaru per November 2025:
- Total pendanaan yang telah disetujui: ~$1,1 miliar (pinjaman lunak) + $225 juta (hibah)
- $60 juta dialokasikan untuk PLTS Terapung Saguling
- $126 juta untuk PLTP Ijen dari DFC Amerika Serikat
- $112 juta baru dicairkan beberapa pekan terakhir
Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Paul Butarbutar, menegaskan bahwa JETP Indonesia adalah skema pembiayaan transisi energi terbesar di dunia. Target mobilisasi dana terbagi rata antara pembiayaan publik dan swasta.
Realitas di lapangan:
- Realisasi masih jauh dari komitmen $20 miliar
- Jerman mengambil alih kepemimpinan dari AS pada awal 2025
- Tantangan: ketidakjelasan mekanisme pencairan dana
- Kesenjangan pendanaan transisi energi: rata-rata $7 miliar per tahun
4. Green Carbon Ecosystem Roadmap: Inovasi atau Greenwashing?

Di COP30, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq meluncurkan Green Carbon Ecosystem Roadmap pada 17 November 2025. COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 mencakup integrasi aksi iklim berbasis darat dan laut.
Indonesia menargetkan kredit karbon potensial 13,4 miliar metrik ton CO2 ekuivalen—menjadikannya salah satu pemasok karbon terbesar di planet ini. Pemerintah mempromosikan 90 juta metrik ton di COP30, yang diklaim bisa menghasilkan hingga Rp16 triliun ($957 juta).
Target rehabilitasi hutan:
- 12,7 juta hektare lahan hutan melalui pendekatan regenerative agroforestry
- Kombinasi pohon kayu dengan tanaman ekonomi (kopi, kakao, pala)
- Fokus: transisi hijau yang adil tanpa mengabaikan petani kecil
Kritik: kredit karbon hutan dan lahan memiliki risiko tinggi overcrediting, kebocoran (leakage), dan tidak permanen. Kebakaran hutan dan deforestasi yang masih berlanjut merusak kredibilitas.
5. Butuh Rp3.000 Triliun untuk Wujudkan Transisi Energi

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkap kebutuhan investasi masif: Rp3.000 triliun dalam 10 tahun (RUPTL 2025-2034). COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 membuktikan skala transformasi energi yang diperlukan sangat besar.
Rincian investasi:
- Penambahan kapasitas pembangkit: 69,5 gigawatt (76% dari energi terbarukan)
- Pembangunan jaringan transmisi: 48.000 kilometer
- Gardu induk: 109.000 MVA
- Dukungan Bank Dunia: $500 juta untuk Program I-ENET (modernisasi distribusi listrik Jawa-Madura-Bali)
Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menegaskan: “Tidak ada cerita pertumbuhan ekonomi 8% tanpa kelistrikan yang optimal.” PLN tidak bisa menanggung beban ini sendirian—kolaborasi dengan sektor swasta menjadi keharusan.
Proyek strategis:
- Super Grid nasional menghubungkan sistem kelistrikan lintas pulau
- Program 100 GW PLTS dan baterai tersebar
- Peningkatan kuota PLTS atap untuk partisipasi industri dan masyarakat
6. Kritik Masyarakat Sipil: Transparansi Masih Jadi PR Besar

COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 menuai kritik keras dari berbagai elemen masyarakat sipil. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan organisasi lainnya mendesak transparansi dan keberpihakan dalam pembiayaan iklim.
Marsya M. Handayani (ICEL) menyatakan transparansi pembiayaan iklim masih lemah, baik tingkat nasional maupun internasional. Meskipun ada BPDLH dan ICCTF, data penerimaan dan penggunaan dana iklim tidak mudah diakses dan jarang diperbarui.
Tantangan sistemik yang dihadapi:
- Rating dimensi komitmen politik dan regulasi rendah
- Kurangnya koordinasi lintas sektor dalam transisi energi
- Tidak ada mekanisme akuntabilitas yang jelas
- Regulasi memblokade upaya pemensiunan PLTU batubara
- Ketergantungan pada batubara masih sangat tinggi
AEER (People’s Ecological Action and Emancipation) memperingatkan: ekspansi tambang batubara di kawasan hutan mengancam ratusan juta ton karbon yang tersimpan. Per Januari 2025, ada 310 konsesi tambang batubara di Kalimantan Timur, dengan aktivitas penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin yang tepat.
Baca Juga Yogyakarta Tampilkan Keberhasilan Rehabilitasi Ekosistem Genting 2025
Janji Besar, Realitas Kompleks
COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 menunjukkan ambisi Indonesia di panggung global, tapi juga mengungkap kesenjangan besar antara janji dan implementasi. Target 79% pembangkit EBT pada 2034 ambisius, tapi data historis menunjukkan Indonesia kesulitan mencapai target energi terbarukan.
Dana JETP $20 miliar masih dalam proses mobilisasi dengan realisasi yang jauh lebih kecil dari komitmen. Investasi Rp3.000 triliun yang dibutuhkan PLN memerlukan kolaborasi masif sektor swasta. Di sisi lain, kritik soal lobi fosil dan transparansi pembiayaan iklim harus ditanggapi serius.
Yang perlu kita lakukan:
- Dorong akuntabilitas dan transparansi dalam setiap pembiayaan proyek
- Pastikan transisi energi bersifat adil dan inklusif (leave no one behind)
- Dukung pengembangan energi terbarukan mandiri tanpa terlalu bergantung pada bantuan asing
- Awasi implementasi kebijakan untuk memastikan komitmen diterjemahkan jadi aksi nyata
Pertanyaan untuk kamu: Dari 6 fakta tentang COP30 Indonesia Percepatan Transisi Energi Bersih 2025 di atas, mana yang paling mengejutkan atau bermanfaat buat kamu? Share pendapatmu di kolom komentar!
Sources: