Suaka Margasatwa Dangku: Konservasi dan Tantangan di Sumatera Selatan

shercat.com, 05 MEI 2025

Penulis: Riyan Wicaksono

Editor: Muhammad Kadafi

Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88  

 

Kawasan Suaka Margasatwa Dangku Dorong Kelompok Tani Hutan Konservasi |  tempo.co    

Suaka Margasatwa Dangku, terletak di Kabupaten Musi Banyuasin dan sebagian di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, merupakan salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati, khususnya satwa liar yang terancam punah seperti harimau Sumatera. Dengan luas sekitar 31.752 hingga 102.326 hektar berdasarkan berbagai sumber resmi, kawasan ini memiliki ekosistem dataran rendah yang kaya akan flora dan fauna endemik. Namun, Suaka Margasatwa Dangku menghadapi tantangan serius seperti perambahan, konflik dengan masyarakat adat, dan tekanan dari aktivitas industri seperti perkebunan sawit dan pertambangan. Artikel ini mengulas secara mendalam sejarah, karakteristik, flora dan fauna, pengelolaan, tantangan, serta upaya konservasi di Suaka Margasatwa Dangku, berdasarkan informasi dari sumber terpercaya.

Sejarah dan Legalitas

Penetapan sebagai Suaka Margasatwa

Suaka Margasatwa Dangku pertama kali ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 756/Kpts-II/1986 pada tahun 1986 dengan luas awal 70.274 hektar. Namun, pada Mei 1991, luas kawasan ini direvisi menjadi 31.752 hektar berdasarkan SK Menteri Kehutanan. Sumber lain, seperti Gramedia Literasi, menyebutkan luas 102.326 hektar berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001. Perbedaan angka ini mungkin mencerminkan penyesuaian batas wilayah atau perubahan administrasi setelah penataan batas.

 

 

Foto: BKSDA Sumsel Melepasliarkan Siamang hingga Binturong ke SM Dangku |  kumparan.com

 

 

Proses penetapan Suaka Margasatwa Dangku melibatkan empat tahapan: penunjukan melalui SK Menteri, tata batas, pemetaan, dan penetapan akhir. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, tahapan ini telah dilakukan dengan sosialisasi kepada masyarakat setempat hingga tingkat kepala desa, dan tidak ada keluhan signifikan selama proses tata batas. Kawasan ini dikelola oleh BKSDA Sumatera Selatan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Latar Belakang Historis

Sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa, sebagian wilayah Dangku merupakan hutan adat milik marga Tungkalulu, yang dibentuk pada 1926 di bawah kepemimpinan Pesirah Bahmat alias Badui. Hutan adat ini, seluas sekitar 16.000 hektar, menjadi sumber kehidupan masyarakat adat Tungkalulu untuk bertani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketujuh sungai di lansekap Dangku (Sungai Tungkal, Jerangkang, Petaling, Petai, Dawas, Biduk, dan Lilin) mendukung aktivitas pertanian dan kehidupan masyarakat adat sebelum penetapan kawasan konservasi.

Penetapan Suaka Margasatwa Dangku bertujuan untuk melindungi satwa liar, terutama harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), yang menjadi spesies prioritas konservasi karena statusnya yang kritis (Critically Endangered) menurut IUCN. Namun, transformasi kawasan ini menjadi suaka margasatwa memicu konflik dengan masyarakat adat yang merasa kehilangan akses ke lahan adat mereka, sebuah isu yang masih berlangsung hingga saat ini.

Karakteristik Geografis dan Ekologis

Lokasi dan Topografi

Suaka Margasatwa Dangku terletak di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, dan sebagian di Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim, sekitar 150 kilometer dari Kota Palembang. Secara geografis, kawasan ini berada pada ketinggian 20-130 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dataran rendah hingga bergelombang ringan dan kelerengan 0-25%. Jenis tanah yang dominan adalah tanah rosen (aluvium) dan neogen (Pliosin-Miosin), yang mendukung vegetasi hutan tropis dataran rendah.

Kawasan ini memiliki iklim tipe A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan curah hujan tahunan antara 2.350-2.864 mm, kelembapan 4,8-13%, dan suhu rata-rata 28-34°C. Kondisi iklim ini mendukung ekosistem hutan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati, meskipun tekanan dari aktivitas manusia telah mengurangi kualitas habitat.

Flora

Suaka Margasatwa Dangku memiliki vegetasi hutan tropis dataran rendah yang kaya akan flora endemik, termasuk:

Vegetasi ini mendukung ekosistem yang sehat, menyediakan pakan dan tempat berlindung bagi satwa liar. Namun, deforestasi akibat perambahan dan konversi lahan telah mengurangi luas hutan primer di kawasan ini.

Fauna

Suaka Margasatwa Dangku merupakan habitat bagi berbagai spesies satwa liar, dengan harimau Sumatera sebagai fokus utama konservasi. Spesies lain yang dilindungi meliputi:

  • Mamalia: Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), tapir (Tapirus indicus), rusa (Cervus unicolor), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura), dan babi hutan (Sus scrofa).

  • Burung: Rangkong (Buceros spp.), elang hitam (Ictinaetus malaiensis), dan raja udang (Alcedinidae).

  • Reptil: Buaya muara (Crocodylus porosus).

  • Amfibi dan Ikan: Berbagai spesies amfibi dan ikan air tawar yang bergantung pada sungai-sungai di kawasan ini.

Menurut BKSDA Sumatera Selatan, jejak dan kotoran harimau Sumatera masih ditemukan pada 2014, menunjukkan bahwa kawasan ini tetap menjadi habitat penting meskipun populasinya menurun drastis. Namun, warga setempat melaporkan bahwa satwa besar seperti harimau, gajah, dan tapir sudah jarang terlihat sejak masuknya perusahaan perkebunan dan pertambangan.

Tujuan dan Fungsi Suaka Margasatwa Dangku

    Bebas Covid, 8 Satwa Liar Dilepas ke Suaka Margasatwa Dangku | tempo.co

 

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, Suaka Margasatwa Dangku memiliki beberapa tujuan utama:

  1. Pelestarian Satwa Langka: Melindungi spesies terancam punah seperti harimau Sumatera dan gajah Sumatera dari perburuan liar dan kerusakan habitat.

  2. Pemeliharaan Keanekaragaman Hayati: Menjaga keanekaragaman flora dan fauna serta ekosistem hutan tropis dataran rendah.

  3. Pengembangan Penelitian dan Pendidikan: Menyediakan lokasi untuk penelitian ilmiah tentang satwa liar dan ekosistemnya, serta mendukung pendidikan konservasi.

  4. Pariwisata dan Rekreasi Terbatas: Meskipun tidak utama, kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk wisata ekologi dengan pengawasan ketat untuk meminimalkan gangguan terhadap satwa.

  5. Pembinaan Habitat: Melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi untuk mendukung kelangsungan hidup satwa liar.

Suaka Margasatwa Dangku berbeda dengan taman nasional karena fokusnya pada konservasi satwa liar tertentu dan pembinaan habitat, bukan pada pengembangan ekowisata secara luas. Kawasan ini juga memiliki nilai budaya dan ilmiah sebagai kekayaan nasional Indonesia.

Pengelolaan dan Upaya Konservasi

Pengelolaan Suaka Margasatwa Dangku dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, yang bertugas:

  • Pemantauan Satwa: Melakukan survei populasi dan jejak satwa, seperti harimau Sumatera, untuk memastikan kelangsungan hidup mereka.

  • Rehabilitasi Hutan: Menanam kembali tanaman asli seperti meranti dan jelutung untuk memulihkan ekosistem yang terdegradasi.

  • Penegakan Hukum: Menangani perambahan dan aktivitas ilegal, seperti yang dilakukan pada 2014 dengan menangkap tujuh perambah, termasuk Sukiswanto bin Budi, yang divonis 18 bulan penjara.

  • Sosialisasi: Mengedukasi masyarakat sekitar tentang pentingnya konservasi dan batas-batas kawasan.

Namun, pengelolaan kawasan ini menghadapi tantangan besar karena lokasinya dikelilingi oleh perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan aktivitas pertambangan batubara serta minyak dan gas. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 68 perusahaan tambang batubara (1.108.032 hektar), 191.425 hektar perkebunan sawit, dan 164.993 hektar perkebunan karet, yang sebagian tumpang tindih dengan kawasan Dangku.

Tantangan dan Konflik

1. Perambahan oleh Masyarakat Adat

Sejak 2012, sekitar 2.000 keluarga dari marga Tungkalulu telah membangun pondok dan berkebun di dalam Suaka Margasatwa Dangku, mengklaim lahan tersebut sebagai tanah adat mereka. Masyarakat adat merasa kehilangan akses ke lahan pertanian setelah kawasan ini ditetapkan sebagai suaka margasatwa. Konflik ini memuncak pada 2014, ketika enam warga adat divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Palembang atas tuduhan perambahan hutan berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

BKSDA Sumatera Selatan menyatakan bahwa perambahan telah merusak sekitar 2.000 hektar kawasan, dan upaya penegakan hukum dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan. Namun, warga membantah tuduhan bahwa mereka merusak hutan, dengan alasan bahwa satwa besar seperti harimau dan gajah sudah menghilang sejak masuknya perusahaan perkebunan dan pertambangan.

2. Tekanan dari Industri

Kawasan Suaka Margasatwa Dangku dikelilingi oleh aktivitas industri, termasuk:

  • Perkebunan Kelapa Sawit: Empat perusahaan sawit beroperasi di sekitar Dangku, menguasai 191.425 hektar.

  • Hutan Tanaman Industri (HTI): Sembilan perusahaan HTI di Musi Banyuasin mengelola lahan yang tumpang tindih dengan kawasan konservasi.

  • Pertambangan: Perusahaan migas seperti ConocoPhillips dan 68 perusahaan tambang batubara beroperasi di wilayah sekitar, menyebabkan deforestasi dan gangguan ekosistem.

Aktivitas ini telah mengurangi luas hutan primer dan mendorong satwa liar keluar dari habitatnya, meningkatkan risiko konflik satwa-manusia.

3. Penurunan Populasi Satwa

Meskipun BKSDA melaporkan adanya jejak harimau Sumatera pada 2014, warga setempat menyatakan bahwa satwa besar seperti harimau, gajah, dan tapir sudah jarang terlihat. Penurunan populasi ini disebabkan oleh hilangnya habitat akibat deforestasi dan perambahan, serta tekanan dari aktivitas industri.

4. Kurangnya Sosialisasi

Minimnya sosialisasi tentang status Suaka Margasatwa Dangku kepada masyarakat setempat telah memperburuk konflik. Banyak warga merasa tidak dilibatkan dalam proses penetapan kawasan, sehingga mereka terus menggunakan lahan untuk kebutuhan sehari-hari.

Upaya Penyelesaian dan Keberlanjutan

Untuk mengatasi tantangan di Suaka Margasatwa Dangku, beberapa strategi telah dan dapat diterapkan:

  1. Resolusi Konflik dengan Masyarakat Adat: Pemerintah perlu melibatkan masyarakat adat Tungkalulu dalam pengelolaan kawasan, misalnya melalui skema kemitraan konservasi atau pengakuan hak atas lahan adat di luar zona inti suaka margasatwa.

  2. Rehabilitasi Ekosistem: Penanaman kembali tanaman asli seperti meranti, jelutung, dan tembesu untuk memulihkan habitat satwa liar, seperti yang telah dilakukan di beberapa kawasan konservasi lain.

  3. Penegakan Hukum yang Adil: Penanganan perambahan harus mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat, dengan menawarkan alternatif mata pencaharian seperti agrowisata atau pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

  4. Pengawasan Industri: Regulasi ketat terhadap perusahaan sawit, HTI, dan pertambangan di sekitar Dangku untuk mencegah tumpang tindih lahan dan kerusakan ekosistem.

  5. Penelitian dan Pemantauan: Meningkatkan penelitian tentang populasi satwa, khususnya harimau Sumatera, untuk mengevaluasi efektivitas konservasi dan merancang strategi perlindungan yang lebih baik.

Potensi dan Manfaat

Meskipun menghadapi tantangan, Suaka Margasatwa Dangku memiliki potensi besar sebagai kawasan konservasi:

  • Keanekaragaman Hayati: Kawasan ini mendukung berbagai spesies flora dan fauna endemik, yang penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem Sumatera.

  • Penelitian dan Pendidikan: Dangku dapat menjadi pusat penelitian tentang harimau Sumatera dan ekosistem dataran rendah, serta edukasi konservasi bagi masyarakat.

  • Pariwisata Ekologi: Dengan pengelolaan yang baik, kawasan ini dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata ekologi terbatas, seperti pengamatan burung atau trekking konservasi, untuk mendukung ekonomi lokal tanpa mengganggu habitat satwa.

  • Koridor Ekologi: Dangku merupakan bagian dari koridor satwa yang menghubungkan kawasan konservasi lain, seperti Hutan Harapan, yang penting untuk migrasi satwa liar.

Kesimpulan

Suaka Margasatwa Dangku adalah kawasan konservasi vital di Sumatera Selatan yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati, khususnya harimau Sumatera dan satwa lain seperti beruang madu, rusa, dan rangkong. Dengan ekosistem hutan tropis dataran rendah yang kaya akan flora seperti meranti dan jelutung, kawasan ini memiliki nilai ekologis, ilmiah, dan budaya yang tinggi. Namun, tantangan seperti perambahan oleh masyarakat adat, tekanan dari industri sawit dan pertambangan, serta penurunan populasi satwa mengancam kelestarian kawasan ini. Upaya konservasi yang melibatkan masyarakat lokal, penegakan hukum yang adil, dan pengelolaan berbasis ekologi diperlukan untuk memastikan Suaka Margasatwa Dangku tetap menjadi benteng perlindungan bagi satwa liar dan ekosistemnya. Dengan langkah-langkah strategis, kawasan ini dapat terus berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan menjadi kebanggaan nasional.

  BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya

BACA JUGA: Letak Geografis dan Fisik Alami Negara Seychelles

BACA JUGA: Kampanye Publik: Strategi, Implementasi, dan Dampak dalam Mendorong Perubahan Sosial     https://youtu.be/ScWUcTFt4YI?si=kHyHPzOFxjDWXf3J