shercat.com, 08 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Suaka Margasatwa (SM) Isau-Isau Pasemah, terletak di Kabupaten Lahat dan Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, adalah salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia yang didedikasikan untuk melindungi keanekaragaman hayati, khususnya satwa liar dan ekosistem hutan hujan tropis khas Sumatera. Ditunjuk sebagai suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69/Kpts/Um/2/78 tanggal 7 Februari 1978, kawasan ini mencakup luas 12.144 hektare dan menjadi rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna, termasuk burung dilindungi, primata seperti siamang, dan vegetasi khas famili Dipterocarpaceae. Artikel ini menyajikan ulasan mendalam, akurat, dan terpercaya tentang SM Isau-Isau Pasemah, mencakup sejarah, karakteristik ekologi, flora dan fauna, upaya konservasi, tantangan, serta potensi ekowisata, berdasarkan sumber resmi seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan literatur terkini hingga Juni 2025.
Sejarah dan Dasar Hukum
SM Isau-Isau Pasemah ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa pada 7 Februari 1978 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 69/Kpts/Um/2/78, dengan luas 12.144 hektare. Penetapan ini bertujuan untuk melindungi keanekaragaman dan keunikan satwa liar di wilayah Pasemah, sebuah dataran tinggi di Sumatera Selatan yang dikenal dengan kekayaan biodiversitasnya. Kawasan ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Nama “Isau-Isau” merujuk pada karakteristik kawasan yang didominasi oleh hutan hujan tropis lembab, sering diselimuti kabut, dan memiliki vegetasi lebat yang menciptakan suasana rimbun seperti hutan purba. Secara administratif, kawasan ini terletak di dua kabupaten, Lahat dan Muara Enim, dengan aksesibilitas yang relatif mudah dari kota-kota terdekat seperti Lahat, yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam berjalan kaki menuju tepi hutan. SM Isau-Isau merupakan bagian dari 79 suaka margasatwa di Indonesia yang memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Karakteristik Ekologi
SM Isau-Isau Pasemah merupakan representasi ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah hingga dataran tinggi di wilayah Pasemah, dengan ketinggian bervariasi antara 500–1.000 meter di atas permukaan laut. Topografi kawasan ini didominasi oleh perbukitan dengan kemiringan sedang hingga curam, serta lembah-lembah kecil yang dialiri anak sungai. Iklim tropis basah mendukung vegetasi lebat, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.500–3.000 mm dan suhu berkisar antara 22–28°C. Kondisi ini menciptakan lingkungan ideal bagi berbagai spesies flora dan fauna tropis.
Kawasan ini memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan satwa liar, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998. Ekosistem hutan yang masih asli, dengan kanopi lebat dan vegetasi berlumut, memberikan habitat yang mendukung kelangsungan hidup satwa, terutama burung dan primata. Hutan ini juga berperan sebagai penyangga hidrologi, menjaga aliran air ke daerah sekitar, serta sebagai penyimpan karbon untuk mitigasi perubahan iklim.
Flora di Suaka Margasatwa Isau-Isau
Vegetasi SM Isau-Isau didominasi oleh jenis flora dari famili Dipterocarpaceae, yang khas pada hutan hujan tropis Sumatera. Beberapa spesies pohon yang umum ditemukan meliputi:
-
Meranti (Shorea spp.): Pohon penghasil kayu keras yang merupakan spesies kunci dalam ekosistem hutan tropis.
-
Keruing (Dipterocarpus spp.): Pohon besar yang mendukung struktur kanopi hutan.
-
Resak (Vatica spp.): Spesies pohon yang penting untuk regenerasi hutan.
-
Pohon besar lainnya: Berbagai jenis pohon dengan diameter besar, seperti pohon balam (Palaquium spp.) dan bintangur (Calophyllum spp.), yang mendominasi lanskap hutan.
Selain itu, vegetasi bawah termasuk semak, epifit, dan lumut yang tumbuh subur di lingkungan lembab. Keberadaan flora ini tidak hanya menyediakan pakan bagi satwa, tetapi juga berperan sebagai polinator dan penyebar biji, menjaga keseimbangan ekosistem.
Fauna di Suaka Margasatwa Isau-Isau
SM Isau-Isau Pasemah dikenal sebagai salah satu habitat penting bagi satwa liar, khususnya burung dan primata. Berdasarkan data BKSDA Sumatera Selatan (2018) dan studi terkini, kawasan ini menjadi rumah bagi setidaknya 34 jenis burung dari 22 famili, dengan beberapa di antaranya termasuk dalam kategori dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
1. Burung
Burung di SM Isau-Isau memiliki peran penting sebagai indikator kesehatan lingkungan karena sensitivitas mereka terhadap perubahan ekosistem. Beberapa spesies burung yang teridentifikasi meliputi:
-
Elang ular bido (Spilornis cheela): Burung pemangsa yang dilindungi, sering terlihat melayang di atas kanopi hutan.
-
Alap-alap capung (Microhierax fringillarius): Burung kecil yang lincah, termasuk dalam kategori hampir terancam (Near Threatened/NT).
-
Enggang badak (Buceros rhinoceros): Burung ikonik Sumatera dengan suara khas, yang keberadaannya menandakan ekosistem hutan yang sehat.
-
Spesies lain dengan status konservasi seperti Vulnerable (VU) atau Least Concern (LC), termasuk burung madu dan cekakak.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan burung terbesar di dunia, dengan 17% jenis burung global, dan Sumatera menempati peringkat kedua sebagai kawasan biogeografi terkaya di Indonesia setelah Papua, dengan 630 spesies burung, termasuk 21 spesies endemik. SM Isau-Isau berkontribusi signifikan terhadap pelestarian biodiversitas burung di Sumatera.
2. Primata
Salah satu satwa unggulan di SM Isau-Isau adalah siamang (Symphalangus syndactylus), primata endemik Sumatera yang dilindungi karena populasinya yang menurun akibat hilangnya habitat dan perburuan. Pada 23 Desember 2023, BKSDA Sumatera Selatan bersama The Aspinall Foundation–Indonesia Programme (TAF–IP) melepasliarkan sepasang siamang bernama Jon (jantan, 7 tahun 4 bulan) dan Cimung (betina, 5 tahun 9 bulan) ke kawasan ini setelah menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Satwa Punti Kayu, Palembang. Pelepasliaran ini bertujuan untuk meningkatkan populasi siamang di habitat alaminya, dengan monitoring intensif selama enam bulan untuk memastikan adaptasi mereka. Siamang dikenal sebagai satwa monogami yang membentuk ikatan keluarga kuat dan memiliki nyanyian khas untuk menandai wilayah.
3. Satwa Lain
Selain burung dan siamang, kawasan ini kemungkinan menjadi habitat bagi satwa lain seperti:
-
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis): Primata yang sering ditemukan di hutan tropis, meskipun dapat menyebabkan konflik dengan manusia di wilayah perbatasan.
-
Beruang madu (Helarctos malayanus): Mamalia yang dilindungi, meskipun keberadaannya di SM Isau-Isau memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
-
Rusa sambar (Rusa unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjak): Mamalia herbivora yang mendiami hutan dataran rendah.
Data fauna lainnya masih terbatas, dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendokumentasikan keanekaragaman satwa secara menyeluruh.
Upaya Konservasi
BKSDA Sumatera Selatan, sebagai pengelola SM Isau-Isau, melaksanakan berbagai upaya konservasi untuk menjaga kelestarian kawasan, sesuai dengan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Suaka Margasatwa Isau-Isau (2018). Upaya ini meliputi:
1. Pelepasliaran Satwa
Program pelepasliaran satwa, seperti siamang pada Desember 2023, merupakan salah satu strategi utama untuk meningkatkan populasi spesies terancam. Proses ini melibatkan rehabilitasi satwa yang diserahkan warga atau diselamatkan dari perdagangan ilegal, diikuti dengan pemeriksaan kesehatan dan monitoring pasca-pelepasliaran untuk memastikan adaptasi di habitat alami.
2. Patroli dan Pengawasan
BKSDA Sumatera Selatan melakukan patroli rutin untuk mencegah aktivitas ilegal seperti perburuan liar dan pembukaan lahan. Penggunaan teknologi seperti drone dan citra satelit juga dimanfaatkan untuk memantau perubahan tutupan hutan, sebagaimana dilakukan di suaka margasatwa lain seperti Rawa Singkil.
3. Penelitian dan Pendidikan
SM Isau-Isau mendukung kegiatan penelitian dan pendidikan untuk memahami dinamika ekosistem dan populasi satwa. Data dari studi burung oleh BKSDA Sumatera Selatan dan peneliti seperti Nurrudin et al. (2021) dan Robinsa (2022) menjadi dasar pengelolaan konservasi. Kawasan ini juga berpotensi menjadi “hutan pendidikan” untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian biodiversitas.
4. Kolaborasi dengan Pihak Ketiga
Kerjasama dengan organisasi seperti The Aspinall Foundation–Indonesia Programme memperkuat upaya konservasi, terutama dalam rehabilitasi dan pelepasliaran satwa. Keterlibatan masyarakat lokal juga didorong melalui program kader konservasi, seperti yang dilakukan oleh Pungky Nanda Pratama, untuk meningkatkan partisipasi dalam perlindungan kawasan.
Tantangan Konservasi
Meskipun memiliki potensi besar, SM Isau-Isau menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam kelestarian ekosistemnya:
1. Perburuan Liar
Perburuan liar, terutama terhadap burung dan primata, tetap menjadi ancaman serius. Satwa seperti siamang sering menjadi target perdagangan ilegal untuk dijadikan peliharaan.
2. Penggunaan Lahan Non-Prosedural
Aktivitas seperti pembukaan kebun dan penambangan ilegal di sekitar kawasan dapat mengurangi luas habitat satwa dan meningkatkan fragmentasi hutan. Hal ini juga memicu konflik antara satwa dan manusia, seperti yang terjadi dengan monyet ekor panjang di suaka margasatwa lain seperti Paliyan.
3. Kurangnya Sosialisasi
Minimnya sosialisasi tentang pentingnya SM Isau-Isau membuat kawasan ini kurang dikenal, baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan. Berbeda dengan taman nasional yang memiliki nilai ekowisata tinggi, suaka margasatwa sering kali kurang mendapat perhatian publik.
4. Keterbatasan Sumber Daya
Pengelolaan SM Isau-Isau memerlukan dana, tenaga, dan teknologi yang memadai. Keterbatasan anggaran dan personel dapat menghambat patroli, penelitian, dan pengembangan infrastruktur konservasi.
Potensi Ekowisata
SM Isau-Isau memiliki potensi besar sebagai destinasi ekowisata berbasis konservasi, sebagaimana diungkapkan oleh Pungky Nanda Pratama dalam laporan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE). Keindahan hutan purba dengan pohon-pohon besar, vegetasi berlumut, dan suara burung enggang badak menciptakan pengalaman unik bagi pengunjung. Aksesibilitas yang mudah, dengan jarak tempuh satu jam berjalan kaki dari Lahat, menambah daya tarik kawasan ini.
Beberapa aktivitas ekowisata yang dapat dikembangkan meliputi:
-
Pengamatan Burung (Birdwatching): Dengan 34 jenis burung, termasuk spesies dilindungi, SM Isau-Isau dapat menarik minat ornitolog dan wisatawan pecinta alam.
-
Trekking Hutan: Jalur trekking melalui hutan tropis dapat memberikan pengalaman menyusuri ekosistem purba.
-
Edukasi Konservasi: Program wisata edukasi dapat melibatkan pelajar dan komunitas untuk belajar tentang biodiversitas dan upaya pelestarian.
-
Fotografi Alam: Pemandangan hutan lembab dan satwa liar menawarkan peluang bagi fotografi alam.
Pengembangan ekowisata harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, memastikan bahwa aktivitas wisata tidak mengganggu habitat satwa atau ekosistem hutan. Pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk mendanai upaya konservasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Peran dalam Konservasi Global
SM Isau-Isau berkontribusi pada tujuan konservasi global, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 15 (Kehidupan di Darat), yang menekankan perlindungan ekosistem darat dan pencegahan kepunahan spesies. Sebagai bagian dari jaringan suaka margasatwa di Indonesia, kawasan ini membantu menjaga keanekaragaman hayati tropis, yang merupakan salah satu yang terkaya di dunia. Keberhasilan pelestarian siamang dan burung dilindungi di SM Isau-Isau juga mendukung upaya pelestarian spesies endemik Sumatera, yang terancam oleh deforestasi dan perubahan penggunaan lahan.
Kesimpulan
Suaka Margasatwa Isau-Isau Pasemah adalah permata tersembunyi di Sumatera Selatan yang memainkan peran krusial dalam pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan luas 12.144 hektare, kawasan ini melindungi ekosistem hutan hujan tropis yang menjadi habitat bagi 34 jenis burung, siamang, dan berbagai flora khas Dipterocarpaceae. Upaya konservasi oleh BKSDA Sumatera Selatan, termasuk pelepasliaran satwa, patroli, dan penelitian, telah memperkuat kelestarian kawasan ini, meskipun tantangan seperti perburuan liar dan penggunaan lahan non-prosedural tetap ada. Potensi ekowisata yang besar, didukung oleh aksesibilitas dan keindahan alam, menawarkan peluang untuk meningkatkan kesadaran konservasi dan mendukung ekonomi lokal. SM Isau-Isau tidak hanya menjadi rumah bagi satwa liar, tetapi juga simbol komitmen Indonesia untuk melindungi warisan alamnya bagi generasi mendatang.
Sumber: BKSDA Sumatera Selatan (balaiksdasumsel.org), Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (ksdae.menlhk.go.id), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kompas.com, Liputan6.com, Updatecirebon.com, Wikipedia, Gramedia Literasi, Forest Digest
BACA JUGA: Masalah Sosial di Indonesia pada Tahun 1900-an: Dampak Kolonialisme dan Kebangkitan Kesadaran Sosial
BACA JUGA: Perkembangan Teknologi Militer Portugal: Dari Era Penjelajahan hingga Abad Modern