shercat.com, 30 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan adalah salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia, terletak di Provinsi Riau, yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati, khususnya satwa langka dan terancam punah seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), dan berbagai spesies burung endemik. Ditetapkan sejak 1968, SM Kerumutan memainkan peran krusial dalam menjaga ekosistem lahan gambut dan hutan tropis di tengah tekanan deforestasi, kebakaran hutan, dan aktivitas manusia. Artikel ini menyajikan panduan lengkap tentang SM Kerumutan, mencakup sejarah, lokasi, flora dan fauna, pengelolaan, tantangan, potensi ekowisata, serta upaya pelestarian, berdasarkan sumber seperti BBKSDA Riau, Ditjen KSDAE, Kompas.com, Detik.com, dan Wikipedia.
1. Sejarah dan Penetapan Suaka Margasatwa Kerumutan 
SM Kerumutan resmi ditetapkan sebagai kawasan suaka alam melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor Kep.13/3/1968 tanggal 14 Maret 1968, dengan luas awal sekitar 120.000 hektar. Penetapan ini diperkuat oleh SK Menteri Pertanian Nomor 350/Kpts/II/6/1979 tanggal 6 Juni 1979, yang menetapkan wilayah hutan sebagai suaka alam di Provinsi Riau. Pada 26 Oktober 2015, luas kawasan disesuaikan menjadi 95.047,87 hektar melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.4643/Menlhk-PKTL/KUH/2015, mencakup wilayah di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu.
Penetapan SM Kerumutan didasarkan pada keanekaragaman hayati yang unik, terutama ekosistem lahan gambut dan hutan tropis yang menjadi habitat bagi satwa langka. Kawasan ini dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tujuan utama SM Kerumutan adalah melindungi satwa liar, menjaga keanekaragaman hayati, dan mendukung penyangga kehidupan masyarakat sekitar.
2. Lokasi dan Geografi 
2.1 Letak Administratif
SM Kerumutan terletak di koordinat 0°10’ LU – 0°10’ LS dan 102°40’ – 102°06’ BT, mencakup lima kecamatan di dua kabupaten:
-
Kabupaten Pelalawan: Kecamatan Kerumutan dan Kecamatan Teluk Meranti.
-
Kabupaten Indragiri Hulu: Kecamatan Kuala Cenaku, Kecamatan Rengat, dan Kecamatan Rengat Barat.
Kawasan ini berada sekitar 4–5 jam perjalanan dari Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, melalui Jalan Lintas Timur Sumatera. Akses utama menuju SM Kerumutan adalah melalui Kecamatan Kerumutan, Kecamatan Teluk Meranti (Pelalawan), atau Kecamatan Rengat Barat (Indragiri Hulu). Untuk memasuki kawasan, pengunjung biasanya menggunakan kendaraan roda empat atau dua, diikuti dengan kendaraan air, terutama pada musim hujan ketika akses darat terbatas.
2.2 Karakteristik Geografis
SM Kerumutan didominasi oleh ekosistem lahan gambut dan hutan hujan tropis, dengan topografi datar hingga sedikit bergelombang. Sungai Kerumutan, yang melintasi kawasan, menjadi jalur transportasi utama dan sumber air bagi ekosistem. Lahan gambut di kawasan ini memiliki kedalaman lebih dari 1 meter, menjadikannya rentan terhadap kebakaran hutan, terutama pada musim kemarau. Kawasan ini juga memiliki keanekaragaman mikrohabitat, termasuk hutan primer, hutan sekunder, dan rawa gambut, yang mendukung berbagai spesies flora dan fauna.
3. Keanekaragaman Hayati
SM Kerumutan dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi di Sumatra, menampung berbagai spesies flora dan fauna yang dilindungi.
3.1 Flora
Vegetasi di SM Kerumutan didominasi oleh spesies khas hutan gambut dan hutan tropis, termasuk:
-
Punak (Tetramerista glabra): Pohon khas hutan gambut dengan kayu berkualitas tinggi.
-
Balam (Palaquium spp.): Menghasilkan getah yang bernilai ekonomis.
-
Sagu Hutan (Metroxylon sp.): Sumber pangan alternatif masyarakat lokal.
-
Gerunggang (Syzygium sp.): Pohon penghasil buah yang mendukung satwa liar.
-
Bintangur (Calophyllum inophyllum): Digunakan untuk kayu dan obat tradisional.
-
Resak (Vatica spp.): Pohon keras yang penting untuk ekosistem hutan.
Keanekaragaman flora ini mendukung stabilitas ekosistem gambut, menjaga siklus air, dan menyediakan pakan bagi satwa liar.
3.2 Fauna
SM Kerumutan menjadi habitat bagi berbagai satwa liar, termasuk spesies langka dan terancam punah:
-
Mamalia:
-
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae): Predator puncak yang terancam punah.
-
Beruang Madu (Helarctos malayanus): Satwa omnivor yang bergantung pada hutan.
-
Harimau Dahan (Neofelis nebulosa): Kucing besar yang sulit ditemukan.
-
Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis): Primata umum di kawasan.
-
Owa (Hylobates spp.): Primata arboreal yang sensitif terhadap gangguan habitat.
-
Rusa (Cervus spp.), Kancil (Tragulus spp.), dan Babi Hutan (Sus scrofa): Satwa herbivor yang mendukung rantai makanan.
-
-
Burung:
-
Burung Enggang (Buceros sp.): Indikator kesehatan hutan.
-
Kuntul (Egretta garzetta): Burung air yang bergantung pada lahan basah.
-
Berbagai spesies burung migran dan endemik lainnya.
-
-
Reptil dan Amfibi: Ular, biawak, dan katak hutan yang mendukung keseimbangan ekosistem.
Keberadaan satwa ini dikonfirmasi melalui jejak, rambut, cakaran, dan kotoran yang ditemukan selama inventarisasi oleh BBKSDA Riau pada Maret 2021.
4. Pengelolaan Suaka Margasatwa Kerumutan
4.1 Struktur Pengelolaan
SM Kerumutan dikelola oleh BBKSDA Riau melalui Seksi Konservasi Wilayah I, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, serta Peraturan Menteri LHK Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan. Hingga 2014, SM Kerumutan belum memiliki penataan blok pengelolaan yang jelas. Namun, rencana pengelolaan jangka panjang (10 tahun) mulai disusun untuk membagi kawasan menjadi:
-
Blok Perlindungan: Untuk konservasi satwa dan flora tanpa gangguan manusia.
-
Blok Pemanfaatan: Untuk kegiatan terbatas seperti ekowisata dan penelitian.
-
Blok Lainnya: Termasuk rehabilitasi, religi, budaya, dan zona khusus.
4.2 Kegiatan Konservasi
BBKSDA Riau melakukan berbagai kegiatan, termasuk:
-
Inventarisasi Hayati: Dilakukan pada Maret 2021 untuk mendata flora dan fauna, seperti ramin, rengas, meranti, harimau Sumatera, dan beruang madu.
-
Pemadaman Kebakaran: Tim Manggala Agni bekerja memadamkan kebakaran gambut, terutama pada 2015, ketika lebih dari 200 hektar kawasan terbakar.
-
Patroli dan Penegakan Hukum: Menangani pembalakan liar, seperti kasus tersangka ADS pada 2025 yang terancam 5 tahun penjara.
-
Sosialisasi: Melibatkan masyarakat dan aparat penegak hukum untuk mendukung pelestarian.
4.3 Kolaborasi Multipihak
Pada 1 Maret 2023, BBKSDA Riau mengikuti Focus Group Discussion (FGD) di Polres Pelalawan, menghasilkan komitmen untuk:
-
Mengoptimalkan pengelolaan SM Kerumutan sebagai habitat satwa liar.
-
Mengembangkan wisata alam terbatas tanpa mengganggu ekosistem.
-
Menangani permasalahan tenurial (kebun dalam kawasan) sesuai peraturan.
FGD ini melibatkan Bupati Pelalawan, Balai Gakkum KLHK, camat, lurah, dan kepala desa setempat, menekankan sinergi berbasis mutual respect, trust, dan benefit.
5. Tantangan dalam Pelestarian
SM Kerumutan menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam keberlanjutan konservasi:
5.1 Kebakaran Hutan
Pada Oktober 2015, lebih dari 200 hektar kawasan SM Kerumutan ludes terbakar, terutama di lahan gambut. Kebakaran ini sulit dipadamkan karena bara api menyebar di bawah permukaan gambut, menyebabkan pohon-pohon besar ambruk. Penyebab pasti kebakaran tidak diketahui, tetapi dugaan mengarah pada aktivitas manusia di dalam kawasan. Tim Manggala Agni dan BPBD Pelalawan bekerja selama dua bulan untuk memadamkan api, menggunakan teknik penyemprotan air hingga gambut menjadi bubur.
5.2 Pembalakan Liar
Pembalakan liar tetap menjadi ancaman, dengan kasus terbaru pada 2025 yang melibatkan tersangka ADS. Aktivitas ini merusak habitat satwa dan mengurangi tutupan hutan. Penegakan hukum oleh BBKSDA Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau terus dilakukan untuk menekan pelanggaran.
5.3 Normalisasi Sungai dan Dugaan Penyalahgunaan Dana
Pada 2023, Bupati Pelalawan diduga memungut dana CSR dari tujuh perusahaan untuk normalisasi Sungai Kerumutan tanpa izin lingkungan yang jelas. Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) dan LIPPSI melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan dan penyalahgunaan wewenang ke Polda Riau dan Kejati Riau. Normalisasi sungai berpotensi mengganggu ekosistem lahan basah dan habitat satwa.
5.4 Konflik Tenurial
Kebun masyarakat di dalam kawasan menimbulkan konflik tenurial. BBKSDA Riau mendorong penyelesaian sesuai peraturan, dengan memastikan kegiatan masyarakat tidak mengganggu fungsi utama konservasi.
5.5 Kurangnya Sosialisasi
Minimnya sosialisasi tentang pentingnya SM Kerumutan menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat. Berbeda dengan taman nasional yang memiliki nilai ekowisata, suaka margasatwa kurang dikenal, meskipun memiliki peran konservasi yang lebih fokus pada pengawetan hayati.
6. Potensi Ekowisata
SM Kerumutan memiliki potensi besar untuk pengembangan ekowisata terbatas (non-massal), yang dapat mendukung konservasi dan perekonomian lokal. Beberapa peluang meliputi:
-
Wisata Alam Minat Khusus: Kegiatan seperti pengamatan burung (birdwatching), tur interpretasi alam, dan pendidikan konservasi.
-
Jasa Wisata Alam: Penyewaan peralatan, pemandu lokal, dan paket wisata berbasis komunitas.
-
Daya Tarik: Keanekaragaman flora (punak, sagu hutan) dan fauna (harimau Sumatera, burung enggang), serta lanskap Sungai Kerumutan yang eksotis.
Pengembangan ekowisata harus mematuhi daya dukung kawasan dan tidak mengganggu habitat satwa. Masyarakat lokal, seperti di Kecamatan Kerumutan dan Teluk Meranti, dapat dilibatkan sebagai pemandu atau penyedia jasa, meningkatkan kesejahteraan tanpa merusak lingkungan.
7. Upaya Pelestarian
Untuk menjaga keberlanjutan SM Kerumutan, sejumlah upaya dilakukan:
-
Rehabilitasi Ekosistem: Penanaman kembali spesies asli untuk memulihkan kawasan yang terdegradasi akibat kebakaran atau pembalakan.
-
Peningkatan Patroli: Menggunakan teknologi seperti drone dan GPS untuk memantau aktivitas ilegal.
-
Edukasi Masyarakat: Program penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran tentang konservasi dan dampak aktivitas seperti pembakaran lahan.
-
Penelitian dan Monitoring: Kolaborasi dengan universitas dan LSM untuk memantau populasi satwa dan kesehatan ekosistem.
-
Penguatan Hukum: Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembalakan liar dan pelanggaran lingkungan.
8. Peraturan dan Dasar Hukum
Pengelolaan SM Kerumutan didukung oleh sejumlah peraturan:
-
UU Nomor 5 Tahun 1990: Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mengatur suaka margasatwa sebagai kawasan konservasi.
-
PP Nomor 28 Tahun 2011: Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, menetapkan kriteria suaka margasatwa.
-
Peraturan Menteri LHK Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015: Kriteria zona dan blok pengelolaan suaka margasatwa.
-
SK Menlhk Nomor SK.4643/Menlhk-PKTL/KUH/2015: Penetapan luas SM Kerumutan 95.047,87 hektar.
9. Kesimpulan
Suaka Margasatwa Kerumutan adalah aset nasional yang vital untuk pelestarian keanekaragaman hayati di Riau, melindungi satwa langka seperti harimau Sumatera, beruang madu, dan burung enggang, serta flora khas hutan gambut seperti punak dan sagu hutan. Ditetapkan sejak 1968, kawasan seluas 95.047,87 hektar ini menghadapi tantangan serius berupa kebakaran hutan, pembalakan liar, dan konflik tenurial, namun memiliki potensi besar untuk ekowisata terbatas dan penelitian. Dengan pengelolaan oleh BBKSDA Riau, sinergi multipihak, dan penegakan hukum yang tegas, SM Kerumutan dapat terus menjadi benteng konservasi di tengah tekanan antropogenik. Penelitian lanjutan tentang dampak kebakaran gambut terhadap populasi satwa dan strategi rehabilitasi ekosistem dapat memperkuat upaya pelestarian kawasan ini.
BACA JUGA: Panduan Lengkap Travelling ke Negara Palau: Petualangan di Surga Pasifik
BACA JUGA: Lingkungan, Sumber Daya Alam, dan Penduduk Negara Palau: Keberlanjutan di Kepulauan Pasifik
BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya