shercat.com, 01 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Suaka Margasatwa Pagai Selatan terletak di Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Sebagai bagian dari Kepulauan Mentawai di pantai barat Pulau Sumatera, kawasan ini merupakan salah satu suaka margasatwa yang ditetapkan untuk melindungi keanekaragaman hayati, khususnya satwa endemik yang unik dan terancam punah. Dengan luas sekitar 5.000 hektare, Suaka Margasatwa Pagai Selatan memiliki peran penting dalam pelestarian ekosistem pulau tropis yang kaya akan flora dan fauna endemik. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang sejarah, karakteristik, flora dan fauna, tantangan pengelolaan, serta potensi ekowisata Suaka Margasatwa Pagai Selatan, berdasarkan informasi terpercaya dari sumber resmi dan penelitian terkait.
Latar Belakang dan Sejarah Penetapan 
Suaka Margasatwa Pagai Selatan ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor 387/VI/1992 pada tanggal 26 Juni 1992, dengan luas awal 5.000 hektare. Meskipun saat ini Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat setelah pemekaran dari Provinsi Riau, pengelolaan kawasan ini berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat. Penetapan suaka margasatwa ini bertujuan untuk melindungi keanekaragaman satwa endemik, terutama primata khas Mentawai seperti simakobu (Simias concolor), yang hanya ditemukan di Kepulauan Mentawai dan terancam punah.
Kepulauan Mentawai, termasuk Pulau Pagai Selatan, memiliki sejarah geologis yang unik sebagai kepulauan yang terisolasi dari daratan Sumatera. Isolasi ini telah menciptakan ekosistem yang berbeda dengan tingkat endemisme tinggi, menjadikan kawasan ini penting untuk konservasi global. Suaka Margasatwa Pagai Selatan merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Keadaan Fisik dan Geografis 
Secara geografis, Suaka Margasatwa Pagai Selatan terletak di Pulau Pagai Selatan, salah satu pulau utama di Kepulauan Mentawai, yang berada sekitar 150 km dari pantai barat Sumatera. Kawasan ini memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari dataran rendah hingga perbukitan dengan ketinggian hingga 300 meter di atas permukaan laut. Ekosistem utama di kawasan ini adalah hutan hujan tropis primer dan sekunder, dengan sebagian wilayah didominasi oleh vegetasi mangrove di pesisir.
Iklim di Pagai Selatan adalah tropis basah, dengan curah hujan tahunan rata-rata 3.000–4.000 mm, dipengaruhi oleh musim hujan yang kuat dari Oktober hingga Maret. Suhu rata-rata berkisar antara 24–31°C, dengan kelembapan tinggi khas kawasan khatulistiwa. Kondisi ini mendukung keanekaragaman flora dan fauna, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam pengelolaan, seperti risiko erosi dan banjir selama musim hujan.
Kawasan ini dikelilingi oleh perairan Samudera Hindia, yang kaya akan ekosistem laut, termasuk terumbu karang dan padang lamun. Posisi kepulauan yang terisolasi menjadikan akses ke Suaka Margasatwa Pagai Selatan relatif sulit, hanya dapat dicapai melalui transportasi laut dari Padang atau pelabuhan terdekat di Sikakap, Pulau Pagai Utara.
Potensi Biotik: Flora dan Fauna 
Suaka Margasatwa Pagai Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, dengan banyak spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Berikut adalah rincian flora dan fauna yang diidentifikasi di kawasan ini:
Flora
Vegetasi di Suaka Margasatwa Pagai Selatan didominasi oleh hutan hujan tropis dengan pohon-pohon tinggi seperti meranti (Shorea spp.), dipterokarpus (Dipterocarpus spp.), dan damar (Agathis spp.). Di wilayah pesisir, terdapat ekosistem mangrove dengan spesies seperti Rhizophora mucronata, Avicennia spp., dan Sonneratia caseolaris. Selain itu, terdapat pula tumbuhan paku-pakuan, lumut, dan pandan (Pandanus spp.) yang tumbuh subur di lingkungan lembap. Vegetasi semak dan rumput juga ditemukan di area terbuka atau bekas gangguan.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendokumentasikan keanekaragaman flora secara menyeluruh, karena banyak spesies yang mungkin belum teridentifikasi.
Fauna
Kawasan ini terkenal sebagai habitat primata endemik Kepulauan Mentawai, yang menjadi fokus utama konservasi:
-
Simakobu (Simias concolor): Primata endemik yang dikenal sebagai monyet berhidung pesek Mentawai. Spesies ini terancam punah akibat hilangnya habitat dan perburuan, dengan populasi diperkirakan kurang dari 3.000 individu. Simakobu memiliki ciri khas wajah tanpa bulu dan ekor pendek.
-
Lutung Mentawai (Presbytis potenziani): Primata endemik lain yang hidup di kanopi hutan. Spesies ini juga terancam punah karena fragmentasi habitat.
-
Monyet ekor babi Mentawai (Macaca pagensis): Berbeda dari monyet ekor panjang, spesies ini memiliki ekor yang sangat pendek dan wajah tanpa bulu.
-
Beruk Mentawai (Macaca siberu): Primata endemik yang hanya ditemukan di Pulau Siberut, tetapi beberapa populasi kecil mungkin ada di Pagai Selatan.
Selain primata, kawasan ini juga menjadi habitat bagi berbagai spesies burung, seperti burung enggang (Bucerotidae spp.), burung camar, dan burung penyanyi tropis. Reptil seperti biawak (Varanus salvator) dan ular-ular tropis juga ditemukan. Ekosistem laut di sekitar Pagai Selatan mendukung kehidupan ikan karang, penyu laut, dan biota laut lainnya, meskipun penelitian tentang fauna laut masih terbatas.
Mamalia lain yang dilaporkan termasuk rusa (Rusa unicolor), kijang, dan babi hutan (Sus scrofa), meskipun keberadaannya perlu diverifikasi melalui survei lebih lanjut. Keanekaragaman serangga dan amfibi juga tinggi, tetapi data spesifik masih kurang karena keterbatasan penelitian di kawasan terpencil ini.
Tujuan dan Fungsi Suaka Margasatwa Pagai Selatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998, suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dengan tujuan utama melindungi satwa langka dan habitatnya. Suaka Margasatwa Pagai Selatan memiliki fungsi sebagai berikut:
-
Pelestarian Satwa Endemik: Melindungi primata endemik Mentawai, seperti simakobu dan lutung Mentawai, yang terancam punah.
-
Pengembangan Penelitian: Menyediakan lokasi untuk studi ilmiah tentang ekologi, biologi, dan konservasi spesies endemik.
-
Pendidikan dan Ekowisata: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui wisata terbatas dan edukasi lingkungan.
-
Pemeliharaan Ekosistem: Menjaga keseimbangan ekosistem hutan tropis dan mangrove untuk mendukung keanekaragaman hayati.
Kawasan ini juga memiliki nilai budaya, karena masyarakat adat Mentawai memiliki hubungan erat dengan hutan sebagai sumber kehidupan, baik untuk berburu, mengumpulkan hasil hutan, maupun kegiatan spiritual.
Pengelolaan dan Tantangan
Pengelolaan Suaka Margasatwa Pagai Selatan dilakukan oleh BKSDA Sumatera Barat, dengan dukungan dari pemerintah daerah dan organisasi konservasi seperti Yayasan Konservasi Mentawai dan WWF. Namun, kawasan ini menghadapi sejumlah tantangan:
1. Perambahan dan Pembalakan Liar
Seperti banyak suaka margasatwa di Indonesia, Pagai Selatan rentan terhadap pembalakan liar untuk kayu dan pembukaan lahan pertanian. Aktivitas ini mengurangi luas hutan primer yang menjadi habitat utama satwa endemik.
2. Konflik dengan Masyarakat Adat
Masyarakat adat Mentawai bergantung pada hutan untuk kebutuhan hidup, seperti berburu dan bercocok tanam. Konflik muncul ketika aktivitas tradisional ini dibatasi oleh aturan konservasi. Sebagai contoh, di Suaka Margasatwa Dangku, masyarakat adat menghadapi penggusuran karena lahan mereka tumpang tindih dengan kawasan konservasi. Situasi serupa berpotensi terjadi di Pagai Selatan jika tidak ada pendekatan yang melibatkan masyarakat lokal.
3. Keterbatasan Infrastruktur dan Sumber Daya
Akses terbatas ke Pulau Pagai Selatan menyulitkan patroli dan pemantauan rutin. Kurangnya personel, dana, dan sarana seperti pos jaga atau peralatan pemantauan menghambat pengelolaan efektif. BKSDA Sumatera Barat bergantung pada kerja sama dengan masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah untuk mengatasi keterbatasan ini.
4. Ancaman Perubahan Iklim
Kenaikan permukaan air laut dan perubahan pola curah hujan mengancam ekosistem mangrove dan dataran rendah di Pagai Selatan. Hal ini dapat mengurangi luas habitat satwa dan meningkatkan risiko banjir.
5. Kurangnya Data dan Penelitian
Seperti disebutkan dalam sumber, data tentang flora dan fauna di Suaka Margasatwa Pagai Selatan masih terbatas, terutama untuk spesies non-primata. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung strategi konservasi yang lebih efektif.
Potensi Ekowisata
Suaka Margasatwa Pagai Selatan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa. Keindahan hutan tropis, keanekaragaman satwa endemik, dan budaya adat Mentawai yang unik dapat menarik wisatawan minat khusus. Beberapa potensi ekowisata meliputi:
-
Pengamatan Satwa: Wisata pengamatan primata endemik seperti simakobu dan lutung Mentawai, dengan panduan lokal untuk meminimalkan gangguan terhadap satwa.
-
Trekking Hutan: Jalur trekking melalui hutan tropis dan perbukitan untuk menikmati keindahan alam dan vegetasi khas.
-
Wisata Budaya: Interaksi dengan masyarakat adat Mentawai untuk mempelajari tradisi, seperti seni tato tradisional dan penggunaan hutan dalam kehidupan sehari-hari.
-
Wisata Bahari: Eksplorasi ekosistem mangrove dan terumbu karang di perairan sekitar Pagai Selatan, termasuk aktivitas snorkeling atau penelitian laut.
Pengembangan ekowisata harus melibatkan masyarakat lokal untuk memastikan manfaat ekonomi, seperti yang dilakukan di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang-Baling, di mana masyarakat diajak mengelola kebun dan ekowisata untuk mengurangi ketergantungan pada pembalakan.
Upaya Konservasi dan Peran Masyarakat
BKSDA Sumatera Barat telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi Suaka Margasatwa Pagai Selatan, termasuk:
-
Patroli Rutin: Meskipun terbatas, patroli dilakukan untuk mencegah pembalakan liar dan perburuan. Pemasangan papan larangan juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
-
Sosialisasi dan Penyuluhan: Program edukasi untuk masyarakat lokal tentang pentingnya konservasi dan dampak kerusakan hutan.
-
Kerja Sama dengan Organisasi Non-Pemerintah: Organisasi seperti WWF dan Yayasan Konservasi Mentawai membantu dalam penelitian, pemantauan satwa, dan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat adat Mentawai memiliki peran penting dalam konservasi. Pendekatan berbasis komunitas, seperti yang diterapkan di Bukit Rimbang-Baling, dapat menjadi model untuk Pagai Selatan. Program intensifikasi kebun tradisional, pelatihan ekowisata, dan pendidikan lingkungan dapat mengurangi konflik antara konservasi dan kebutuhan hidup masyarakat.
Kesimpulan
Suaka Margasatwa Pagai Selatan adalah kawasan konservasi yang kaya akan keanekaragaman hayati, dengan fokus pada pelestarian satwa endemik seperti simakobu, lutung Mentawai, dan monyet ekor babi Mentawai. Ditutup oleh hutan hujan tropis dan mangrove, kawasan ini memiliki nilai ekologis dan budaya yang tinggi, namun menghadapi tantangan seperti pembalakan liar, konflik dengan masyarakat adat, dan keterbatasan sumber daya. Dengan pengelolaan yang baik oleh BKSDA Sumatera Barat, kerja sama dengan masyarakat lokal, dan pengembangan ekowisata yang berkelanjutan, Suaka Margasatwa Pagai Selatan dapat terus menjadi benteng pelestarian biodiversitas di Kepulauan Mentawai. Upaya penelitian lebih lanjut dan peningkatan infrastruktur diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup satwa endemik dan ekosistemnya, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya
BACA JUGA: Letak Geografis dan Fisik Alami Negara Seychelles
BACA JUGA: Kampanye Publik: Strategi, Implementasi, dan Dampak dalam Mendorong Perubahan Sosial