shercat.com, 24 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Suaka Margasatwa Siranggas, terletak di Kabupaten Pakpak Bharat dan Dairi, Sumatera Utara, adalah salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia yang berfokus pada perlindungan keanekaragaman hayati, khususnya satwa liar dan habitatnya. Dengan luas 5.657 hektar, kawasan ini memiliki ekosistem hutan tropis pegunungan yang unik, ditandai dengan vegetasi berbatang relatif kecil atau “kurus” (sesuai arti nama “Siranggas” dalam bahasa lokal). Suaka Margasatwa Siranggas tidak hanya menjadi rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna, termasuk anggrek langka dan satwa dilindungi seperti binturong dan kukang, tetapi juga memainkan peran penting dalam penyediaan sumber daya alam bagi masyarakat sekitar, seperti kayu dan obat-obatan tradisional.
Ditetapkan sebagai suaka margasatwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, kawasan ini dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara. Tujuannya adalah melindungi satwa liar, menjaga ekosistem asli, serta mendukung penelitian, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Namun, tantangan seperti konflik lahan, perambahan, dan keterbatasan sumber daya pengelolaan tetap menjadi hambatan. Artikel ini menyajikan panduan lengkap tentang Suaka Margasatwa Siranggas, mencakup sejarah, karakteristik ekosistem, flora dan fauna, upaya konservasi, peran masyarakat, serta tantangan dan solusi, berdasarkan sumber seperti Ditjen KSDAE, BBKSDA Sumatera Utara, Neliti, iNews Sumut, dan laporan terkait lainnya.
1. Sejarah dan Status Hukum 
Penetapan Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa Siranggas resmi ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000, dengan luas awal 5.657 hektar. Penetapan ini kemudian diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1870/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 25 Maret 2014, yang menetapkan batas-batas kawasan secara lebih jelas. Secara administratif, kawasan ini mencakup Kecamatan Kerajaan dan Salak di Kabupaten Dairi serta beberapa wilayah di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara.
Latar Belakang Penetapan
Penetapan Suaka Margasatwa Siranggas didasarkan pada keunikan ekosistem hutan tropis pegunungan di kawasan ini, yang mendukung keanekaragaman hayati, termasuk spesies anggrek dan satwa liar yang terancam. Nama “Siranggas” berasal dari bahasa lokal yang berarti “kurus,” merujuk pada karakteristik vegetasi dengan pohon-pohon berbatang relatif kecil akibat faktor tanah, iklim, dan ketinggian (800–1.300 meter di atas permukaan laut). Kawasan ini juga berbatasan dengan lahan masyarakat, menjadikannya penting untuk menjaga keseimbangan antara konservasi dan kebutuhan lokal.
2. Lokasi dan Karakteristik Geografis 
Lokasi Administratif dan Geografis
Suaka Margasatwa Siranggas terletak di:
-
Kabupaten Dairi: Kecamatan Kerajaan dan Salak.
-
Kabupaten Pakpak Bharat: Desa Perolihen (Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe), Desa Majanggut I (Kecamatan Kerajaan), dan Desa Salak I (Kecamatan Salak).
-
Koordinat Geografis: Antara 2°35’–2°40’ Lintang Utara dan 98°10’–98°15’ Bujur Timur.
-
Ketinggian: 800–1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kawasan ini berada di wilayah pegunungan dengan topografi bervariasi, mulai dari perbukitan landai hingga lereng curam. Iklimnya adalah iklim tropis basah, dengan curah hujan rata-rata 2.000–3.000 mm per tahun, mendukung ekosistem hutan tropis yang lebat.
Aksesibilitas
Akses ke Suaka Margasatwa Siranggas dapat ditempuh dari Kota Medan (sekitar 200 km) melalui jalur darat menuju Sidikalang (Kabupaten Dairi) atau Salak (Kabupaten Pakpak Bharat). Perjalanan memakan waktu sekitar 5–6 jam dengan kendaraan roda empat. Dari pusat kecamatan seperti Salak atau Kerajaan, kawasan dapat diakses dengan kendaraan roda dua atau berjalan kaki, terutama di musim hujan ketika jalur menjadi licin. Infrastruktur jalan masih terbatas, sehingga pengunjung disarankan untuk berkoordinasi dengan BBKSDA Sumatera Utara untuk panduan dan izin masuk.
3. Ekosistem dan Vegetasi 
Tipe Ekosistem
Suaka Margasatwa Siranggas memiliki ekosistem hutan tropis pegunungan rendah hingga menengah, dengan karakteristik vegetasi yang dipengaruhi oleh ketinggian, jenis tanah (terutama tanah podsolik), dan iklim. Ekosistem ini ditandai oleh pohon-pohon berbatang relatif kecil, yang membedakannya dari hutan tropis dataran rendah yang memiliki pohon besar. Faktor lingkungan seperti keasaman tanah dan curah hujan tinggi juga memengaruhi pertumbuhan vegetasi.
Flora
Penelitian oleh Banurea et al. (2015) di Suaka Margasatwa Siranggas mengidentifikasi kekayaan flora, khususnya anggrek, sebagai salah satu daya tarik utama. Studi ini dilakukan di Desa Kecupak I, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, pada ketinggian 800–1.300 mdpl. Hasilnya:
-
Jenis Anggrek: Ditemukan 54 spesies anggrek dari 21 genus, terdiri dari:
-
15 spesies anggrek terestrial (tumbuh di tanah).
-
37 spesies anggrek epifit (tumbuh pada pohon).
-
2 spesies anggrek saprofit (tumbuh pada bahan organik membusuk).
-
-
Spesies Dominan: Dendrobium tetraedre memiliki Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi (41,722%), menunjukkan dominasi dalam ekosistem. Spesies dengan INP terendah adalah Vanilla sp. 1, Vanilla sp. 3, dan Phaius sp. 1 (0,884%).
-
Jenis Pohon: Vegetasi utama meliputi pohon-pohon seperti mahoni (Swietenia mahagoni), pinus (Pinus merkusii), dan berbagai spesies lokal seperti pohon bulu, preh, elo, pulai, mulwo mojo, dan kepuh, yang ditanam sebagai bagian dari upaya rehabilitasi.
Rehabilitasi Vegetasi
Sejak 2005, rehabilitasi vegetasi telah dilakukan oleh pihak seperti PT Mitsui Sumitomo, dengan penanaman 30 jenis tanaman, termasuk asam jawa, duwet, flamboyan, gamal, jambu air, jambu klutuk, jambu mete, johar, ketapang, lamtoro, mahoni, mangga, dan melinjo. Pada 2014–2015, fokus rehabilitasi beralih ke spesies asli karst seperti bulu, preh, dan kepuh untuk memulihkan ekosistem alami.
4. Fauna
Keanekaragaman Satwa
Suaka Margasatwa Siranggas menjadi habitat bagi berbagai spesies satwa liar, termasuk beberapa yang dilindungi karena statusnya yang terancam. Berdasarkan laporan BBKSDA Sumatera Utara dan kegiatan pelepasliaran satwa, spesies yang ditemukan meliputi:
-
Mamalia:
-
Binturong (Arctictis binturong): Beruang binturung, satwa dilindungi yang dilepasliarkan pada 2021.
-
Kukang (Nycticebus coucang): Primata nokturnal yang juga dilepasliarkan pada 2021.
-
Kucing hutan (Felis bengalensis): Predator kecil yang menjadi bagian dari ekosistem.
-
-
Reptil:
-
Ular sanca batik (Python reticulatus): Meskipun tidak dilindungi, dilepasliarkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
-
-
Aves: Berbagai spesies burung lokal, meskipun data spesifik tentang burung di Siranggas masih terbatas dibandingkan suaka lain seperti Muara Angke.
Pelepasliaran Satwa
Pada 14 Juni 2021, BBKSDA Sumatera Utara, bekerja sama dengan Yayasan Scorpion Indonesia dan Yayasan Program Konservasi Spesies Indonesia (YPKSI), melepasliarkan empat satwa dilindungi ke Suaka Margasatwa Siranggas: dua binturong, satu kucing hutan, dan satu kukang, serta satu ular sanca batik. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat populasi satwa liar dan menjaga keseimbangan ekosistem. Suaka Margasatwa Siranggas dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena kondisi habitatnya yang mendukung kelangsungan hidup satwa tersebut.
Tantangan Satwa
Keterbatasan data tentang populasi satwa spesifik di Siranggas menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut. Tidak seperti Suaka Margasatwa Paliyan yang memiliki data populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Siranggas belum memiliki studi komprehensif tentang kepadatan atau distribusi satwa. Ancaman seperti perburuan dan hilangnya habitat di sekitar kawasan juga dapat memengaruhi populasi satwa.
5. Pengelolaan dan Konservasi 
Pengelolaan oleh BBKSDA
Suaka Margasatwa Siranggas dikelola oleh BBKSDA Sumatera Utara melalui Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang. Tugas utama meliputi:
-
Perlindungan dan Pengamanan: Mencegah perambahan, perburuan, dan aktivitas ilegal lainnya.
-
Rehabilitasi Ekosistem: Penanaman kembali vegetasi asli dan pemulihan lahan terdegradasi.
-
Pelepasliaran Satwa: Mendukung populasi satwa liar melalui pelepasliaran satwa hasil penyitaan atau penyerahan masyarakat.
-
Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam konservasi untuk mengurangi konflik dan meningkatkan kesejahteraan.
Fasilitas dan Infrastruktur
Fasilitas di Suaka Margasatwa Siranggas masih terbatas dibandingkan suaka lain seperti Muara Angke. Infrastruktur yang tersedia meliputi:
-
Pos jaga untuk pengawasan.
-
Jalur patroli sederhana untuk petugas konservasi.
-
Tidak ada jalan papan atau pusat informasi seperti di Muara Angke, yang membatasi akses wisatawan.
Keterbatasan ini memengaruhi kemampuan pengawasan, terutama di musim hujan ketika jalur menjadi sulit dilalui. BBKSDA berencana untuk meningkatkan sarana dan prasarana, termasuk jalur patroli dan pos pengamatan, dalam rencana strategis 2023–2030.
Program Pemberdayaan Masyarakat
Pada 2–5 Mei 2023, BBKSDA Sumatera Utara melaksanakan fasilitasi kesepakatan konservasi dengan tiga desa di Kabupaten Pakpak Bharat: Desa Perolihen, Majanggut I, dan Salak I. Kegiatan ini melibatkan:
-
Pertemuan dengan Kepala Desa: Untuk menyosialisasikan pentingnya konservasi dan perlindungan kawasan.
-
Dukungan Ekonomi: Memberikan bantuan kepada kelompok tani untuk meningkatkan usaha ekonomi, seperti pertanian atau kerajinan, sebagai alternatif penghidupan yang tidak merusak kawasan.
-
Kemitraan Konservasi: Mendorong masyarakat untuk melaporkan aktivitas ilegal, seperti penebangan liar, dan berpartisipasi dalam patroli bersama.
Program ini bertujuan menciptakan kemitraan jangka panjang antara BBKSDA dan masyarakat, memastikan kelestarian kawasan sekaligus meningkatkan kesejahteraan lokal.
6. Peran Masyarakat Sekitar
Ketergantungan pada Kawasan
Masyarakat di sekitar Suaka Margasatwa Siranggas, terutama di Kabupaten Pakpak Bharat dan Dairi, bergantung pada kawasan untuk:
-
Bahan Kayu: Untuk konstruksi rumah atau kebutuhan rumah tangga.
-
Obat-obatan Tradisional: Berbagai tumbuhan, termasuk anggrek tertentu, digunakan dalam pengobatan tradisional.
-
Pertanian dan Perkebunan: Lahan di sekitar kawasan sering digunakan untuk kopi, karet, atau tanaman pangan.
Ketergantungan ini kadang memicu konflik, seperti pembukaan lahan ilegal atau pengambilan kayu tanpa izin.
Keterlibatan dalam Konservasi
Melalui program pemberdayaan, masyarakat didorong untuk:
-
Menjadi Mitra Konservasi: Melaporkan aktivitas ilegal dan membantu patroli.
-
Mengembangkan Ekowisata: Meskipun masih dalam tahap awal, potensi ekowisata berbasis keanekaragaman anggrek dan satwa dapat menjadi sumber pendapatan.
-
Mengadopsi Praktik Berkelanjutan: Misalnya, beralih ke pertanian organik untuk mengurangi dampak pada ekosistem.
Kesepakatan konservasi 2023 menunjukkan komitmen masyarakat, dengan kelompok tani di tiga desa setuju untuk mendukung perlindungan kawasan sebagai imbalan atas bantuan ekonomi.
7. Tantangan Konservasi
Ancaman Utama
-
Perambahan dan Penebangan Liar: Lahan di sekitar kawasan sering dibuka untuk pertanian atau perkebunan, mengurangi luas hutan penyangga.
-
Keterbatasan Infrastruktur: Kurangnya jalur patroli dan pos jaga menyulitkan pengawasan, terutama di musim hujan.
-
Konflik dengan Masyarakat: Ketergantungan pada sumber daya hutan memicu konflik antara kebutuhan ekonomi dan tujuan konservasi.
-
Kurangnya Data: Belum adanya studi komprehensif tentang populasi satwa atau dinamika ekosistem menghambat perencanaan pengelolaan.
-
Perubahan Iklim: Curah hujan yang tidak menentu dan peningkatan suhu dapat memengaruhi vegetasi, khususnya anggrek yang sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Solusi yang Diusulkan
-
Peningkatan Pengawasan: Menambah pos jaga dan jalur patroli, serta menggunakan teknologi seperti drone untuk pemantauan.
-
Penelitian Lanjutan: Mendanai studi tentang keanekaragaman satwa dan dinamika ekosistem untuk mendukung pengelolaan berbasis data.
-
Pemberdayaan Ekonomi Alternatif: Mengembangkan ekowisata, kerajinan berbasis anggrek, atau produk non-kayu untuk mengurangi ketergantungan pada hutan.
-
Edukasi dan Sosialisasi: Mengadakan pelatihan rutin bagi masyarakat tentang pentingnya konservasi dan praktik berkelanjutan.
-
Mitigasi Perubahan Iklim: Menanam spesies tahan iklim dan memantau dampak perubahan iklim pada anggrek dan satwa.
8. Potensi dan Peluang
Penelitian dan Pendidikan
Keanekaragaman anggrek di Suaka Margasatwa Siranggas menjadikannya lokasi ideal untuk penelitian botani. Universitas dan lembaga seperti LIPI dapat memanfaatkan kawasan ini untuk studi tentang konservasi anggrek, ekologi hutan tropis, atau adaptasi satwa. Program pendidikan, seperti kunjungan mahasiswa atau pelatihan konservasi, juga dapat meningkatkan kesadaran publik.
Ekowisata
Meskipun infrastruktur wisata masih minim, Suaka Margasatwa Siranggas memiliki potensi ekowisata berbasis:
-
Pengamatan Anggrek: Menarik bagi pecinta botani dan fotografer alam.
-
Pengamatan Satwa: Khususnya binturong, kukang, dan burung lokal.
-
Trekking Pegunungan: Jalur trekking dengan pemandangan hutan tropis dan budaya lokal Pakpak.
Pengembangan ekowisata harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari gangguan pada ekosistem, misalnya dengan membatasi jumlah pengunjung dan menyediakan pemandu terlatih.
Kontribusi Nasional
Sebagai bagian dari jaringan suaka margasatwa di Indonesia, Siranggas berkontribusi pada tujuan nasional untuk melindungi keanekaragaman hayati, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kawasan ini juga mendukung komitmen Indonesia dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) untuk melestarikan spesies terancam.
9. Relevansi Suaka Margasatwa Siranggas
Suaka Margasatwa Siranggas adalah contoh nyata bagaimana konservasi dapat diintegrasikan dengan kebutuhan masyarakat lokal. Dengan keanekaragaman anggrek yang luar biasa dan satwa dilindungi seperti binturong dan kukang, kawasan ini memiliki nilai ekologis, ilmiah, dan budaya yang tinggi. Namun, keberhasilan konservasi bergantung pada kolaborasi antara BBKSDA, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Hingga Mei 2025, upaya seperti pelepasliaran satwa dan kesepakatan konservasi dengan desa-desa sekitar menunjukkan langkah positif, meskipun tantangan seperti perambahan dan keterbatasan infrastruktur tetap perlu diatasi.
Panduan ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan suaka margasatwa, yang menyeimbangkan perlindungan ekosistem dengan kesejahteraan masyarakat. Seperti disampaikan oleh Tuahman Raya Tarigan, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Sidikalang, “Kemitraan dengan masyarakat adalah kunci untuk menjaga kelestarian Suaka Margasatwa Siranggas.” Dengan komitmen bersama, Siranggas dapat terus menjadi benteng bagi keanekaragaman hayati Sumatera Utara.
Kesimpulan
Suaka Margasatwa Siranggas adalah kawasan konservasi penting di Sumatera Utara yang melindungi ekosistem hutan tropis pegunungan, anggrek langka, dan satwa dilindungi seperti binturong, kukang, dan kucing hutan. Dengan luas 5.657 hektar, kawasan ini menghadapi tantangan seperti perambahan, keterbatasan infrastruktur, dan konflik dengan masyarakat, tetapi juga menawarkan peluang besar untuk penelitian, ekowisata, dan pemberdayaan ekonomi. Upaya BBKSDA Sumatera Utara, termasuk rehabilitasi vegetasi, pelepasliaran satwa, dan kemitraan dengan masyarakat, menunjukkan komitmen untuk menjaga kelestarian kawasan. Dengan pengelolaan yang tepat dan dukungan semua pihak, Suaka Margasatwa Siranggas dapat terus berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia sambil memberikan manfaat bagi masyarakat lokal.
Sumber
BACA JUGA: Panel Distribusi, Breaker, dan MCB: Fungsi, Komponen, dan Aplikasi dalam Sistem Kelistrikan
BACA JUGA: Hukum Acara (Formil): Pengertian, Prinsip, dan Penerapan di Indonesia
BACA JUGA: Badut-badut Politik: Fenomena, Dampak, dan Respons Masyarakat di Indonesia